
Petaka
yang sedang menimpa umat Islam secara umum, dan yang sedang diderita
oleh saudara-saudara kita di Jalur Gaza adalah menuntut kita untuk
berpikir serius nan tulus. Kita mencari sumber permasalahan, kelemahan
dan kekalahan, lalu kita membenahinya, satu demi satu.
Betapa tidak, jumlah umat Islam pada zaman ini telah mencapai
seperlima dari penduduk dunia. Akan tetapi mengapa di berbagai belahan
dunia, umat Islam senantiasa tertindas, terampas hak-haknya? Bukankah
Allah ta’ala telah berjanji akan melimpahkan kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian kepada mereka?
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah
mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Mengapa sekarang ini, umat Islam di seluruh belahan bumi tidak mampu
berbuat apa-apa untuk menghentikan kebengisan dan kekejaman zionis
terhadap saudara kita di Jalur Gaza? Mengapa umat Islam saat ini hanya
bisa berteriak, mengutuk? Bahkan karena merasa putus asa, mereka malah
ikut menambah derita dengan demonstrasi yang mereka adakan? Jalan-jalan
menjadi macet, berbagai sarana umum menjadi rusak. Tidak cukup sampai
di situ, demonstrasi mereka semakin menambah lemah pemerintahan mereka
sendiri. Pemerintah-pemerintahan negeri Islam saat ini menjadi
disibukkan dengan kegiatan meredam berbagai aksi demonstrasi
masyarakatnya.
Tidakkah ini semua menggugah hati nurani kita untuk berpikir dan
mencari akar permasalahan?! Akankah hingga saat ini, kita hanya mampu
menyalahkan musuh, dan mencari bukti tentang adanya permusuhan dan
kekejaman mereka?!. Kapankah kita dapat mempercayai kabar Allah ta’ala bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah tenteram menyaksikan umat Islam hidup di dunia?
مَّا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ
الْمُشْرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّن رَّبِّكُمْ
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrikin
tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari
Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 105)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata: “Andai
orang-orang kafir, dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin
mampu untuk menghalangi turunnya hujan dari umat Islam, niscaya akan
mereka lakukan. Itu karena mereka tidak senang bila kita mendapatkan
kebaikan, walau hanya sedikit. Andai mereka mampu menghalangi kita dari
memperoleh ilmu yang bermanfaat, niscaya pasti mereka melakukannya.
Perangai buruk ini bukan hanya ada ahlul kitab dan kaum musyrikin yang
hidup semasa dengan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam saja, akan
perangai ini senantiasa ada pada mereka di sepanjang zaman. Oleh karena
itu pada ayat ini Allah ta’ala mengungkapkan fakta ini dengan fi’il
mudhari’ (ما يود ) yang berartikan bahwa perangai ini bersifat “terus menerus.”
Pada ayat lain Allah berfirman:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah 120)
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudaraku
untuk bersama-sama mencari akar permasalahan yang sedang kita hadapi:
Permasalahan Pertama: Lalai Akan Kehidupan Akhirat
Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menggambarkan fakta yang sedang kita alami ini kepada para sahabatnya:
(يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها ، فقال قائل: و
من قلة نحن يومئذ ؟ قال: بل أنتم يومئذ كثير و لكنكم غثاء كغثاء السيل و
لينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم و ليقذفن الله في قلوبكم الوهن ،
فقال قائل: يا رسول الله و ما الوهن ؟ قال حب الدنيا و كراهية الموت ).
روا أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk
menggerogoti kalian bak para penyantap makanan saling menyeru sesama
mereka untuk menyantap hidangannya.” Salah seorang sahabat bertanya:
Apakah dikarenakan kita berjumlah sedikit kala itu? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam
menjawab: Bahkan kalian kala itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian
buih bak buih air bah. Allah sungguh akan menyirnakan rasa segan
terhadap kalian dari jiwa musuh-musuhmu, dan Ia akan menimpakan penyakit
“al wahanu” pada jiwa kalian. Salah seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan penyakit “al wahanu”? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: “Cinta kepada kehidupan dunia dan benci terhadap kematian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
(إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ
وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ
ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا إلى دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو
داود والبيهقي وصححه الألباني
“Bila kalian telah berjual beli dengan cara ‘Inah, membuntuti
ekor sapi, merasa puas dengan hasil pertanian, dan meninggalkan jihad,
niscaya Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak
pernah Ia angkat hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani)
Gambaran transaksi ‘inah adalah: A menjual barang dagangan,
misalnya, seekor sapi, kepada B yang sedang membutuhkan uang, seharga
Rp 2.000.000,- dengan pembayaran di hutang selama 5 bulan. Setelah
transaksi jual beli ini selesai, dan sapi telah berpindah tangan kepada
pembeli, yaitu B, pada gilirannya B menjual kembali sapi tersebut
kepada A seharga Rp. 1.500.000,- dengan pembayaran kontan. Sehingga
pada gambaran transaksi ini, A berhasil mendapatkan kembali sapinya,
dan mendapatkan bunga/riba sebesar Rp. 500.000,- atas piutangnya.
Inilah akar permasalahan pertama, kita terlalu disibukkan dengan
urusan dunia sehingga lalai dengan urusan akhirat kita. Untuk sedikit
membuktikan akan penyakit ganas yang sedang menggerogoti kita ini, saya
mengajak saudara-saudaraku seiman untuk bersama-sama menjawab
pertanyaan berikut:
- Setiap kali adzan dikumandangkan, berapakah jumlah orang yang
menghentikan kegiatannya dan mendirikan shalat berjama’ah di masjid?
- Berapakah jumlah penonton konser suatu klub musik dan pertandingan sepak bola?
- Berapakah wanita yang berjilbab dengan baik dan benar?
- Pernahkah kita memikirkan bagaimana dan dengan apa kita memperjuangkan kemajuan dan kejayaan umat Islam?
- Berapa banyak jumlah bar, pabrik rokok, tempat “remang-remang” di negeri Islam?
- Pernahkah kita tatkala sedang menyendiri lalu memanjatkan doa kepada Allah untuk saudara-saudara kita seiman dan seakidah?
Tidak heran bila salah seorang ahli ibadah mendengar berbagai pemberitaan tentang kebengisan kaum Zionis di Jalur Gaza, berkata:
أي نصر يرجى لأمة عند صلاة الفجر نائمون وعند صلاة العصر لاعبون وعند صلاة العشاء أمام المسلسلات ساهرون.
“Kemenangan bagaimanakah, yang kita harapkan akan terwujud bagi
umat yang bila shalat subuh tiba, larut dalam tidur nyenyak, bila
shalat ashar tiba, sedang hanyut dalam permainan, dan bila shalat ‘Isya’
tiba, asyik menonton sinetron.”
Singkat kata, umat islam saat ini belum memenuhi persyaratan Allah ta’ala, karenanya Allah ta’ala belum memenuhi janji-Nya pada ayat di atas:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah
mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Karena para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka- sepeninggal Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam adalah orang paling banyak menegakkan perintah-perintah Allah, dan paling taat kepada Allah azza wa Jalla,
maka pertolongan yang mereka dapatkan sesuai dengan amalan mereka.
Mereka menegakkan kalimat Allah di belahan bumi bagian timur dan barat,
maka Allah benar-benar meneguhkan mereka. Sehingga mereka berhasil
menguasai umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam
sepeninggal mereka melakukan kekurangan dalam sebagian syari’at, maka
kejayaan mereka berkurang selaras dengan amalan mereka.”
Permasalahan Kedua: Terperdaya Oleh Kemajuan Musuh
Tidak kita pungkiri bahwa musuh-musuh umat Islam berhasil mencapai
kemajuan dalam hal materi, ilmu pengetahuan dan persenjataan.
Sebagaimana, kita juga mengakui bahwa saat ini umat Islam dalam
keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu jauhnya
keterbelakangan umat Islam, sampai-sampai jarum jahitpun harus
didatangkan dari negeri kafir.
Fenomena ini menjadikan banyak dari kita ditimpa down mental, sehingga
kita berusaha mengais kemuliaan dengan membeo dan bahkan “mengabdi”
kepada mereka. Berbagai lapisan masyarakat Islam menyerukan agar kita
meneladani berbagai peradaban barat. Kita senantiasa siap untuk
mengorbankan berbagai prinsip dan akidah kita demi mengais apa yang
disebut dengan kemajuan dan tekhnologi. Kita beranggapan bahwa kejayaan
pasti tercapai bila kita meniru mereka.
Tidak hanya berhenti pada meniru, bahkan pada saat-saat ditimpa
musibah dan petaka seperti sekarang ini, umat Islam mengemis
pertolongan dan pembelaan kepada mereka.
Kita lalai bahwa kejayaan, kemuliaan hidup dan pertolongan hanya dapat terwujud dengan iman dan ibadah kepada Allah ta’ala:
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ
لِلّهِ جَمِيعًا
“Orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman
penolong (pembela) dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Apakah
mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu? Maka
sesungguhnya semua kemuliaan itu hanyalah kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa 139)
Tidakkah umat Islam merenungkan pesan Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu tatkala datang ke Baitul Maqdis untuk menerima langsung kunci pintu Baitul Maqdis dari para pendeta ?
Setiba Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu di
Palestina, beliau segera menuju ke Baitul Maqdis. Di tengah perjalanan,
beliau melewati suatu parit. Tanpa pikir panjang, beliau segera
menuntun untanya dan melepas kedua terompahnya lalu meletakkan keduanya
di bahu beliau. Menyaksikan pemandangan yang demikian ini, sahabat Abu
Ubaidah Al Jarrah berkomentar: Wahai Amirul Mukminin, Engkau melakukan
hal ini, melepas kedua terompahmu, lalu meletakkan keduanya di atas
bahumu, serta menyeberangi parit sambil menuntun unta. Sungguh aku
mengkhawatirkan bila saat ini ada penduduk setempat yang menyaksikanmu.
Mendengar ucapan ini, Khalifah Umar bin Al Khatthab menjadi tersentak
dan berkata: Aduh! Andai yang berkata demikian adalah selain engkau,
niscaya aku akan menghukumnya. Lalu beliau berkata:
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله . رواه الحاكم
“Sesungguhnya dahulu, kita adalah orang yang paling hina, lalu
Allah memuliakan kita dengan menurunkan agama Islam, maka acapkali kita
mencari kemuliaan dengan selain agama Islam, niscaya Allah akan
menimpakan kehinaan kepada kita.” (HR. Al Hakim)
Saudaraku, tidakkah kita menyimak lalu mengamalkan wasiat pemimpin
umat Islam pertama yang berhasil membebaskan Masjid Al Aqsha ini?
Sejarah telah menjadi bukti nyata akan wasiat Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu
ini. Tatkala Shalahuddin Al Ayyubi hendak membebaskan Baitul maqdis
dari belenggu pasukan salib, beliau memulainya dengan mendidik
pasukannya untuk meningkatkan iman dan amal saleh, terutama shalat
malam. Setiap kali beliau melewati sebagian pasukannya yang sedang
membaca Al Qur’an atau shalat malam beliau berkata:
من هنا يأتي النصر
“Dari sinilah kemenangan akan datang.”
Sebaliknya bila ia melewati sebagian pasukannya yang sedang terlelap tidur, beliau berkata:
من هنا تأتي الهزيمة
“Dari sinilah kekalahan akan datang.”
Permasalahan Ketiga: Mempercayai Setiap Penebar Semangat
Pada saat terjadi petaka atau kejadian besar semacam ini, setiap
orang memberikan ulasan, dan pandangannya. Setiap pengamat dengan
berbagai latar belakang, aliran, dan bahkan kepentingan, mengutarakan
ulasannya. Hal ini tidak mengherankan, yang mengherankan adalah bila
umat Islam mempercayai dan membeo dengan setiap pahlawan kesiangan
tersebut. Akibat dari sikap tidak terpuji ini, umat Islam di mana saja
sering menjadi kelinci percobaan, bahkan tumbal bagi berbagai kalangan
untuk mewujudkan kepentingannya.
Terlebih-lebih di negeri seperti negeri kita tercinta, Indonesia,
terlebih lagi pada saat-saat pemilu. Berbagai partai menggunakan nama
Islam, dan mengesankan sebagai pahlawan yang siap hidup dan mati demi
umat Islam. Berbagai slogan, semboyan, dan janji diumbar, sehingga
kebanyakan umat Islam menjadi terbuai karenanya. Akan tetapi bila
masa-masa kampanye telah berlalu, semuanya sirna bak fatamorgana.
Bahkan dengan tanpa rasa malu sedikitpun, berbagai partai Islam atau
tokoh muslim menikmati jabatannya, tanpa menengok sedikitpun kepada
kepentingan umat islam.
Saudaraku, pada saat-saat seperti ini, Allah ta’ala telah mengajarkan agar umat Islam senantiasa menyerahkan urusan mereka kepada waliyul amri di antara mereka. Waliyul amri dari kalangan ulama’ dan juga waliyul amri dari kalangan pemimpin mereka. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ
بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan
ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syetan,
kecuali sebagian sedikit saja (diantaramu).” (QS. An Nisa’: 83)
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dengan berkata: “Ayat ini
mengingkari perbuatan sebagian orang yang terburu-buru dalam
mempublikasikan setiap kejadian, padahal ia belum mendapatkan kejelasan
dan duduk perkaranya dengan baik.”
Permasalahan Keempat: Perpecahan Umat Islam Biang Kehinaan
Menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam di atas al haq (kebenaran) adalah salah satu prinsip pokok dalam syariat Islam, sebagaimana telah ditegaskan dalam firman Allah ta’ala:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا الله نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بينكم فأصبحتم بنعمته إخوانا
“Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara.” (QS. Ali Imran 103)
Lebih detil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan persatuan yang seyogyanya dibina oleh umat islam melalui sabdanya
عن النعمان بن بشير قال : قال رسول الله (مثل المؤمنين في توادهم
وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد
بالسهر والحمى) رواه مسلم
“Dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu
ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perumpamaan kaum mukminin dalam hal kecintaan, kasih sayang, dan
bahu-membahu sesama mereka, bagaikan satu tubuh, bila ada anggota tubuh
itu yang menderita, niscaya anggota tubuh lainnya akan sama-sama
merasakan susah tidur dan demam.” (Riwayat Muslim)
Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan adalah suatu hal yang terlarang dalam syari’at Islam, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas, dan juga pada firman Allah berikut:
ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وألئك لهم عذاب عظيم يوم تبيض وجوه وتسود وجوه
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai
dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat pada hari yang
di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam
muram.” (QS Ali Imran 105)
Ayat-ayat yang melarang perpecahan dan memerintahkan persatuan
sangatlah banyak. Ini menunjukkan akan betapa pentingnya persatuan bagi
kelangsungan umat Islam dan betapa besar kerusakan yang akan menimpa
mereka bila mereka berpecah-belah. Bahkan Allah ta’ala telah menegaskan bahwa perpecahan adalah sumber utama bagi kehancuran dan runtuhnya kejayaan umat Islam:
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ
وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta janganlah engkau saling
berselisih, akibatnya engkau akan mengalami kegagalan dan akan sirna
kekuatanmu serta bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (QS. Al Anfal 46)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak
kesempatan juga senantiasa mengingatkan umatnya akan kewajiban bersatu
di atas kebenaran dan haramnya segala macam bentuk perpecahan.
Walau demikian adanya, umat islam di segala penjuru dunia kurang
mengindahkan syari’at Allah ini. Kita dapatkan bahwa umat Islam
terpetak-petak ke dalam berbagai kelompok, partai dan sekte. Ini
semua membuktikan akan kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(إن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في
الجنة وهي الجماعة) رواه أحمد وأبو داود وابن أبي عاصم والحاكم وصححه
الألباني
“Dan (pemeluk) agama ini akan berpecah belah menjadi tujuh
puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, dan
(hanya) satu golongan yang masuk surga, yaitu Al Jama’ah.” (HRS Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Abi ‘Ashim dan Al Hakim, dan dishohihkan oleh Al Albani)
Inilah di antara penyebab utama bagi terjadinya petaka yang menimpa
saudara kita di Jalur Gaza. Dalam satu negara ada dua kepemimpinan, dan
dua partai yang saling bertentangan dan berperang.
Oleh karena itu, solusi pertama yang harus kita tempuh untuk
mengentaskan penderitaan saudara kita adalah dengan menyatukan mereka.
Sudah saatnya bagi umat Islam untuk menempuh segala macam cara untuk
menyatukan berbagai kekuatan dan aliran yang ada di Palestina. Sudah
saatnya bagi segala kekuatan yang ada di Palestina untuk meninggalkan segala kepentingan pribadi dan golongan, serta mendahukan kepentingan umat islam.
Sudah saatnya umat Islam untuk kembali meneladani uswah kaum Aus dan
Khajraj. Dahlu, kaum Aus dan Khajraj senantiasa berperang dan bertikai
demi merebutkan kepemimpinan. Akan tetapi setelah mereka memeluk agama
Islam, mereka bersatu dan melupakan segala perbedaan, dendam kabilah
dan kepentingan. Mereka bersatu padu, seiya dan sekata, tiada
kepentingan yang mereka perjuangkan selain keridhaan Allah.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ
عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka. Lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran 103)
Tidakkah tiba saatnya bagi umat Islam untuk mengambil pelajaran dari
jatuhnya kembali bumi Andalus yang indah nan permai ke tangan penyembah
salib? Perpecahan antara umat Islam, dan masing-masing kelompok
berusaha menjatuhkan kelompok lainnya. Bahkan masing-masing kelompok
tidak segan-segan untuk bersekongkol dengan kaum nasrani guna
meruntuhkan saudaranya sesama muslim. Suatu fenomena yang memilukan,
sampai-sampai salah seorang penyair berkata:
مما يزهدني في أرض أندلس * سماع معتصم فيها ومعتضد
ألقاب مملكة في غير موضعها * كالهر يحكي انتفاخا صولة الاسد
Diantara yang menjadikanku meninggalkan bumi Andalusia
Adanya julukan Mu’tashim dan Mu’tadhid.
Julukan para raja yang tidak pada tempatnya
Bak Kucing yang meniru kegagahan singa.
Demikianlah yang kita rasakan di negeri Islam saat ini, berbagai
organisasi yang menamakan dengan nama-nama Islam, partai islam, pembela
islam, pejuang islam, persatuan mujahidin dan lainnya. Akan tetapi
bila kita periksa dengan seksama, niscaya kita dapatkan tak lebih dari
para pengais jabatan dan uang.
Bila ada yang tidak percaya, maka silakan mengoreksi berbagai partai
islam dan ormas islam yang ada. Semuanya dipimpin oleh orang yang tidak
berilmu, atau kalaupun ada yang berilmu, maka itu hanya sedikit.
Penampilan anggotanya tidak mencerminkan sebagai seorang muslim, bahkan
tidak jarang sebagian anggotanya dari penganut agama lain, terutama
di cabang-cabang yang ada di wilayah Indonesia timur.
Permasalahan Kelima: Berperang Tanpa Mempersiapkan Kekuatan
Andai Allah menghendaki agar para nabi dan pengikutnya berjaya dan
menguasai dunia tanpa harus berperang melawan musuh, niscaya hal itu
akan terjadi. Akan tetapi Allah ta’ala telah menentukan bahwa
dunia adalah alam percobaan dan ujian. Para nabi dan pengikutnya diuji
dengan adanya orang-orang yang kufur, orang yang kaya di uji dengan
yang miskin, dan demikianlah seterusnya.
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (QS. Yunus 99)
Pada ayat lain Allah berfirman:
ذَلِكَوَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ
“Demikianlah, andai Allah menghendaki, niscaya Allah akan
mengalahkan/membinasakan mereka, akan tetapi Allah hendak menguji
sebagian kalian dengan sebagian yang lain.” (QS. Muhammad 4)
Bila demikian adanya, tidak heran bila pada ayat selanjutnya Allah ta’ala memberikan umat Islam resep yang manjur untuk mengalahkan musuh-musuhnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman,jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu, dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad 7)
Inilah sumber kekuatan pertama yang harus
dipersiapkan oleh umat Islam. Umat Islam berjuang dan berperang dengan
menggunakan kekuatan iman dan amal sholeh mereka. Mereka senantiasa
bertawakkal dan mengharapkan pertolongan kepada Allah.
Inilah yang mendasari Kholifah Umar bin Abdul Aziz untuk berpesan kepada salah seorang panglima perangnya sebagaimana berikut:
“Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah dalam setiap
situasi yang engkau hadapi, karena ketakwaan kepada Allah adalah
senjata paling ampuh, taktik paling bagus, dan kekuatan paling hebat. Janganlah engkau dan kawan-kawanmu lebih waspada dalam menghadapi musuh dibanding menghadapi perbuatan maksiat kepada Allah. Karena perbuatan dosa lebih aku khawatirkan atas masyarakat dibanding tipu daya musuh mereka. Kita memusuhi musuh kita dan mengharapkan kemenangan atas mereka berkat tindak kemaksiatan mereka.
Kalaulah bukan karena itu, niscaya kita tidak kuasa menghadapi mereka,
karena jumlah kita tidak seimbang dengan jumlah mereka, kekuatan kita
tidak setara dengan kekuatan mereka. Bila kita tidak mendapat
pertolongan atas mereka berkat kebencian kita terhadap kemaksiatan
mereka, niscaya kita tidak dapat mengalahkan mereka hanya dengan
kekuatan kita.
Jangan sekali-kali kalian lebih mewaspadai permusuhan seseorang
dibanding kewaspadaanmu terhadap dosa-dosamu sendiri. Janganlah kalian
lebih serius menghadapi mereka dibanding menghadapi dosa-dosa kalian.
Ketahuilah bahwa kalian senantiasa diawasi oleh para malaikat
pencatat amalan. Mereka mengetahui setiap perilaku kalian sepanjang
perjalanan dan peristirahatan kalian. Hendaknya kalian merasa malu dari
mereka, dan berlaku santun dihadapan mereka. Jangan sekali-kali
menyakiti mereka dengan tindak kemaksiatan kepada Allah, padahal kalian
mengaku sedang berjuang di jalan Allah.
Janganlah sekali-kali kalian beranggapan bahwa: “Sesungguhnya
(perbuatan) musuh-musuh kita lebih jelek dibanding kita, sehingga
tidak mungkin mereka dapat mengalahkan kita, walaupun kita berbuat
dosa. Betapa banyak kaum yang telah dikuasai oleh orang-orang yang
lebih jelek, akibat dari perbuatan dosa kaum tersebut.”
Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi diri kalian,
sebagaimana kalian memohon pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi
musuh kalian. Sebagaimana kamipun turut memohon hal tersebut untuk diri
kita dan juga untuk kalian.” (Hilyatul Auliya’, oleh Abu Nu’aim Al Ashbahaany 5/303)
Kekuatan kedua yang belum dipersiapkan oleh umat
Islam saat ini ialah kekuatan materi, persenjataan, dan teknologi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam dimanapun mereka berada
menggantungkan diri kepada musuh-musuh mereka dalam hal persenjataan.
Saat ini, Negara Islam terkuat dalam hal persenjataan adalah negara
kafir terlemah. Betapa tidak, sebagian besar atau bahkan seluruh
persenjataan yang dimiliki oleh negara Islam adalah hasil beli atau
bahkan piutang dari negara kafir.
Kita semua ingat tatkala negara kita dikenai embargo persenjataan
oleh Amerika dan Inggris, hampir setiap bulan, satu demi satu pesawat
tempur kita jatuh, dan yang tidak jatuh pun tidak dapat digunakan.
Dan saya juga yakin bahwa antum juga mengetahui bahwa berbagai radar
yang dipasang di negeri kita adalah hasil hibah atau bahkan piutang
dari negara-negara kafir.
Sebagaimana kita juga tidak dapat pungkiri bahwa negara kita adalah
negara Islam terbesar dan termasuk negara Islam yang cukup kuat bila
dibanding dengan negara-negara Islam lainnya.
Saya juga yakin bahwa kita semua tahu bahwa negara kafir tetangga,
yaitu Singapura, yang penduduknya tidak sampai satu juta, jauh lebih
canggih dan lebih kuat persenjataannya bila dibanding dengan negara
Islam manapun.
Bila demikian adanya, maka mana mungkin bagi umat Islam mampu menakut-nakuti negara kafir, apalagi mengalahkannya.
Semua ini kita alami, padahal Allah ta’ala telah
memerintahkan kita agar senantiasa membekali diri dengan persenjataan
yang dapat menjadikan musuh segan atau takut terhadap kita:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ
الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن
دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang dipersiapkan untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan
Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfaal: 60)
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy berkata: “Apabila pada zaman sekarang
telah ada persenjataan yang lebih menakutkan musuh dibanding kuda dan
memanah, misalnya: kendaraan tempur darat ataupun udara (pesawat
tempur) yang dipersiapkan untuk berperang. Dengan senjata-senjata itu
kita lebih mudah untuk meruntuhkan musuh, maka kita diperintahkan untuk
mempersiapkan dan berusaha untuk memilikinya. Sampai pun bila
persenjataan itu tidak dapat diperoleh melainkan dengan terlebih dahulu
mempelajari ilmu perindustrian, maka mempelajari ilmu itu wajib
hukumnya. Yang demikian itu berdasarkan kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به، فهو واجب
“Apabila ada suatu hal yang suatu amalan wajib tidak dapat terlaksana melainkan dengannya, maka hal tersebut adalah wajib.”
Apalah gunanya senapan, bebatuan bila berhadapan dengan pesawat
tempur, tank lapis baja, kapal perang dan berbagai persenjataan canggih
lainnya. Mungkinkah musuh akan merasa takut dan gentar bila berhadapan
dengan umat Islam yang hanya berbekalkan senapan, katapel, dan
beberapa jenis kendaraan perang ringan?
Berdasarkan penjelasan ini, kita semua dapat menyimpulkan bahwa
kejayaan umat Islam bukan hanya menjadi tanggung jawab kelompok
tertentu saja. Agama Islam bukan hanya milik para ustadz,
atau negara arab saja, akan tetapi agama Islam adalah milik dan
tanggung jawab kita bersama. Masing-masing dari kita wajib untuk
memperjuangkan agamanya, dan berkorban untuk akidahnya. Kita semua
berjuang sesuai dengan potensi kita masing-masing, tanpa perlu saling
mendahului, atau berebut.
Para da’i berjuang dengan ilmu agamanya, para konglomerat muslim
berjuang dengan hartanya, para ilmuwan berjuang dengan ilmunya, para
pejabat berjuang dengan jabatannya, wartawan muslim berjuang dengan
penanya, dan demikian seterusnya.
Betapa indahnya gambaran yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kerjasama yang saling melengkapi ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إن الله عز وجل يدخل بالسهم الواحد ثلاثة نفر الجنة صانعه يحتسب في صنعته الخير والرامي به ومنبله) رواه أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Sesungguhnya Allah azza wa Jalla dengan satu anak panah,
memasukkan tiga orang ke dalam surga: pembuatnya yang mengharapkan
pahala ketika ia membuatnya, pemanahnya, dan orang yang membantu pemanah
dengan mengambilkan anak panahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
Kabar Gembira
Sedahsyat apapun musibah
yang menimpa umat Islam, sekejam apapun kejahatan musuh-musuh Islam,
dan dengan cara apapun mereka berusaha menumpas umat Islam, kejayaan
pasti menghampiri umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِؤُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“mereka menginginkan untuk memadamkan cahaya (agama) Allah
dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan
cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. As Shaff: 8)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك). رواه مسلم
“Akan terus ada sekelompok dari umatku yang akan berjaya di
atas kebenaran, tiada membahayakan mereka perilaku orang-orang yang
mengkhianati mereka. Mereka terus berjaya hingga datang urusan Allah
(hari kiamat), sedangkan mereka tetap berjaya.” (HR. Muslim)
Berdasarkan ini semua, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk
berputus asa, atau keluar dari syariat Allah dalam mengupayakan
kejayaan Islam. Marilah kita merajut kembali kejayaan dan kemenangan
umat Islam dengan kembali mengobarkan iman dan amal saleh. Kita memulai
rajutan ini dari diri kita, keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat
sekitar. Hanya dengan demikian, kita dapat mempersiapkan diri bagi
turunnya pertolongan Allah dan kerahmatan-Nya:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi
(hari kiamat).” (QS. Al Mukmin: 51)
Pada ayat lain Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh-sungguh telah Kami tuliskan (tetapkan) di dalam
Zabur sesudah (Kami tuliskan dalam Lauh Mahfuzh) bahwasannya bumi ini
akan di warisi oleh hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiya’: 105)
Bila masing-masing kita benar-benar telah memulai rajutan iman dan
amal saleh, niscaya pertolongan Allah akan segera turun. Tidak
sepantasnya bagi umat yang beriman kepada Allah ta’ala untuk
berputus asa, berkecil hati, sebagaimana tidak sepantasnya berlaku
terburu-buru dalam perjuangan. Sikap terburu-buru hanyalah akan
mendatangkan kegagalan.
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
“Barang siapa yang tergesa-gesa dalam mencapai sesuatu, niscaya akan diganjar dengan kegagalan.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Khabbab bin Arat radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada suatu hari beliau mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berbaring di bawah naungan Ka’bah berbantalkan selimutnya. Lalu sahabat Khabbab berkata kepada beliau: Tidakkah engkau memohonkan pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami? Maka
beliau menjawab: Dahulu pada umat sebelum kalian ada orang yang
ditimbun dalam tanah, kemudian didatangkan gergaji, lalu diletakkan di
atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Siksa itu tidaklah
menjadikan ia berpaling dari agamanya. Dan ada yang disisir dengan
sisir besi, hingga terkelupas daging, dan nampaklah tulang atau
ototnya, akan tetapi hal itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari
agamanya. Sungguh demi Allah, urusan ini akan menjadi sempurna,
sehingga akan ada penunggang kendaraan dari Sanaa’ hingga ke Hadramaut,
sedangkan ia tidaklah merasa takut kecuali kepada Allah atau serigala
atas dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang terburu-buru.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kisah ini kembali menggugah keimanan Khabbab kepada janji Allah. Sebagaimana Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegur sahabat Khabbab agar meninggalkan sikap terburu-buru dalam perjuangan di jalan Allah.
Sahabat Khabbab radhiyallahu ‘anhu yang hanya meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memohonkan pertolongan sebelum ada faktor pendukung terwujudnya
kemenangan, dinyatakan sebagai sikap terburu-buru, maka bagaimana
halnya dengan sikap banyak dari umat Islam pada zaman ini. Dari mereka
ada yang menempuh jalan demonstrasi, pengeboman, pendirian partai
politik, dan menggalang dukungan dari siapapun, serta berkoalisi dengan
partai apapun, tanpa perduli dengan asas dan ideologinya. Semua ini
mereka lakukan di bawah slogan: menyegerakan kejayaan bagi umat
Islam?!! Mengusahakan jaminan hidup bermartabat bagi umat Islam?!
Memperjuangkan nasib kaum muslimin?!! Bahkan dari mereka ada yang
berkata: Bila umat islam tidak masuk parlemen, maka siapakah yang akan
menjamin nasib mereka?!
Seakan-akan mereka tidak pernah mendengar jaminan dan janji Allah di atas.
Seusai perjanjian Hudaibiyyah ditandatangani, sahabat Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu yang tidak kuasa melihat sahabat Abu Jandal radhiyallahu ‘anhu diserahkan kembali ke orang-orang Quraisy, berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bukankah engkau adalah benar-benar Nabiyullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: Ya. Umar pun kembali berkata: Bukankah kita di atas
kebenaran, sedangkan musuh kita di atas kebatilan? Nabi pun menjawab:
Ya! Umar pun berkata: Lalu mengapa kita pasrah dengan kehinaan dalam
urusan agama kita, bila demikian adanya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Sesungguhnya Aku adalah Rasulullah, dan aku tidak akan menyelisihi perintah-Nya, dan Allah adalah Penolongku.
Umar kembali berkata: Bukankah engkau pernah mengabarkan kepada kami
bahwa kita akan mendatangi Ka’bah, kemudian berthawaf di sekelilingnya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Iya, dan apakah aku pernah mengabarkan bahwa kita akan mendatangi Ka’bah pada tahun ini?Umar pun menjawab: Tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya: Sesungguhnya engkau akan mendatanginya, dan akan bertawaf mengelilinginya. (Muttafaqun ‘alaih)
Pada kisah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berusaha meneguhkan kembali keimanan Umar bin Khatthab kepada janji
Allah agar tidak tergoyah. Dan mengingatkannya agar bersabar dalam
menanti datangnya pertolongan Allah, yaitu dengan tetap taat kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah seyogyanya pertolongan Allah ta’ala digapai. Yaitu dengan keimanan yang benar dan kokoh dan kesabaran yang teguh. Allah ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan dari mereka pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan adalah mereka
selalu meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)
Ibnul Qayyim berkata: “Pada ayat ini Allah ta’ala
mengabarkan bahwa Ia telah menjadikan mereka (pengikut nabi Musa -pen)
sebagai pemimpin-pemimpin yang dijadikan panutan oleh generasi setelah
mereka, berkat kesabaran dan keyakinan mereka. Sebab dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan dalam hal agama dapat dicapai. Karena seorang penyeru kepada jalan Allah ta’ala,
tidaklah akan terealisasi cita-citanya, melainkan bila ia benar-benar
yakin akan kebenaran misi yang ia surukan, ia menguasai ilmu tentangnya. Ia juga bersabar dalam menjalankan dakwah menuju jalan Allah, yaitu dengan tabah menahan beban dakwah
dan menahan diri dari segala hal yang akan meluluhkan tekad dan
cita-citanya. Barang siapa demikian ini halnya, maka ia termasuk para
pemimpin yang telah mendapat petunjuk dari Allah ta’ala.”
Pada akhir tulisan ini, saya hanya dapat berdoa kepada Allah ta’ala agar senantiasa melimpahkan taufik dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat istiqamah di atas kebenaran.
اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ،
عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه
يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك
تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى
آله وأصحابه أجمعين. والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب
العالمين.
“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang
telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan
yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang
mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran
dalam setiap hal yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah Yang
menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus.
Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Shalawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui
kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya
milik Allah, Tuhan semesta alam”. Amin
Dari artikel Pelajaran dari Jalur Gaza — Muslim.Or.Id by nullPetaka yang sedang menimpa umat Islam
secara umum, dan yang sedang diderita oleh saudara-saudara kita di Jalur
Gaza adalah menuntut kita untuk berpikir serius nan tulus. Kita mencari
sumber permasalahan, kelemahan dan kekalahan, lalu kita membenahinya,
satu demi satu.
Betapa tidak, jumlah umat Islam pada
zaman ini telah mencapai seperlima dari penduduk dunia. Akan tetapi
mengapa di berbagai belahan dunia, umat Islam senantiasa tertindas,
terampas hak-haknya? Bukankah Allah ta’ala telah berjanji akan melimpahkan kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian kepada mereka?
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai
penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di
ridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Mengapa sekarang ini, umat Islam di
seluruh belahan bumi tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan
kebengisan dan kekejaman zionis terhadap saudara kita di Jalur Gaza?
Mengapa umat Islam saat ini hanya bisa berteriak, mengutuk? Bahkan
karena merasa putus asa, mereka malah ikut menambah derita dengan
demonstrasi yang mereka adakan? Jalan-jalan menjadi macet, berbagai
sarana umum menjadi rusak.
Tidak cukup sampai di situ, demonstrasi
mereka semakin menambah lemah pemerintahan mereka sendiri.
Pemerintah-pemerintahan negeri Islam saat ini menjadi disibukkan dengan
kegiatan meredam berbagai aksi demonstrasi masyarakatnya.
Tidakkah ini semua menggugah hati nurani
kita untuk berpikir dan mencari akar permasalahan?! Akankah hingga saat
ini, kita hanya mampu menyalahkan musuh, dan mencari bukti tentang
adanya permusuhan dan kekejaman mereka?!. Kapankah kita dapat
mempercayai kabar Allah ta’ala bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah tenteram menyaksikan umat Islam hidup di dunia?
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab
dan orang-orang musyrikin tiada menginginkan diturunkannya sesuatu
kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 105)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata: “Andai
orang-orang kafir, dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin
mampu untuk menghalangi turunnya hujan dari umat Islam, niscaya akan
mereka lakukan. Itu karena mereka tidak senang bila kita mendapatkan
kebaikan, walau hanya sedikit. Andai mereka mampu menghalangi kita dari
memperoleh ilmu yang bermanfaat, niscaya pasti mereka melakukannya.
Perangai buruk ini bukan hanya ada
ahlul kitab dan kaum musyrikin yang hidup semasa dengan Rasulullah
shallallahu ‘alihi wa sallam saja, akan perangai ini senantiasa ada pada
mereka di sepanjang zaman. Oleh karena itu pada ayat ini Allah ta’ala
mengungkapkan fakta ini dengan fi’il mudhari’ (ما يود ) yang berartikan bahwa perangai ini bersifat “terus menerus.”
Pada ayat lain Allah berfirman:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka….” (QS. Al Baqarah 120)
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudaraku
untuk bersama-sama mencari akar permasalahan yang sedang kita hadapi:
Permasalahan Pertama: Lalai Akan Kehidupan Akhirat
Pada suatu hari Rasulullah
shallallahu ‘alihi wa sallam menggambarkan fakta yang sedang kita alami ini kepada para sahabatnya:
(يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى
الأكلة إلى قصعتها ، فقال قائل: و من قلة نحن يومئذ ؟ قال: بل أنتم يومئذ
كثير و لكنكم غثاء كغثاء السيل و لينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم و
ليقذفن الله في قلوبكم الوهن ، فقال قائل: يا رسول الله و ما الوهن ؟ قال
حب الدنيا و كراهية الموت ). روا أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Tidak lama lagi umat-umat lain akan
saling menyeru untuk menggerogoti kalian bak para penyantap makanan
saling menyeru sesama mereka untuk menyantap hidangannya.” Salah seorang
sahabat bertanya: Apakah dikarenakan kita berjumlah sedikit kala itu?
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab:
Bahkan kalian kala itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian buih bak
buih air bah. Allah sungguh akan menyirnakan rasa segan terhadap kalian
dari jiwa musuh-musuhmu, dan Ia akan menimpakan penyakit “al wahanu” pada jiwa kalian. Salah seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan penyakit “al wahanu”? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: “Cinta kepada kehidupan dunia dan benci terhadap kematian.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
Pada hadits lain, Rasulullah
shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ
وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ
الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا
إلى) دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو داود والبيهقي وصححه الألباني
“Bila kalian telah berjual beli
dengan cara ‘Inah, membuntuti ekor sapi, merasa puas dengan hasil
pertanian, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kepada
kalian kehinaan yang tidak pernah Ia angkat hingga kalian kembali kepada
agama kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani)
Gambaran transaksi ‘inah adalah:
A menjual barang dagangan, misalnya, seekor sapi, kepada B yang sedang
membutuhkan uang, seharga Rp 2.000.000,- dengan pembayaran di hutang
selama 5 bulan. Setelah transaksi jual beli ini selesai, dan sapi telah
berpindah tangan kepada pembeli, yaitu B, pada gilirannya B menjual
kembali sapi tersebut kepada A seharga Rp. 1.500.000,- dengan pembayaran
kontan. Sehingga pada gambaran transaksi ini, A berhasil mendapatkan
kembali sapinya, dan mendapatkan bunga/riba sebesar Rp. 500.000,- atas
piutangnya.
Inilah akar permasalahan pertama, kita
terlalu disibukkan dengan urusan dunia sehingga lalai dengan urusan
akhirat kita. Untuk sedikit membuktikan akan penyakit ganas yang sedang
menggerogoti kita ini, saya mengajak saudara-saudaraku seiman untuk
bersama-sama menjawab pertanyaan berikut:
- Setiap kali adzan dikumandangkan, berapakah jumlah orang yang
menghentikan kegiatannya dan mendirikan shalat berjama’ah di masjid?
- Berapakah jumlah penonton konser suatu klub musik dan pertandingan sepak bola?
- Berapakah wanita yang berjilbab dengan baik dan benar?
- Pernahkah kita memikirkan bagaimana dan dengan apa kita memperjuangkan kemajuan dan kejayaan umat Islam?
- Berapa banyak jumlah bar, pabrik rokok, tempat “remang-remang” di negeri Islam?
Tidak heran bila salah seorang ahli ibadah mendengar berbagai pemberitaan tentang kebengisan kaum Zionis di Jalur Gaza, berkata:
أي نصر يرجى لأمة عند صلاة الفجر نائمون وعند صلاة العصر لاعبون وعند صلاة العشاء أمام المسلسلات ساهرون.
“Kemenangan bagaimanakah, yang kita
harapkan akan terwujud bagi umat yang bila shalat subuh tiba, larut
dalam tidur nyenyak, bila shalat ashar tiba, sedang hanyut dalam
permainan, dan bila shalat ‘Isya’ tiba, asyik menonton sinetron.”
Singkat kata, umat islam saat ini belum memenuhi persyaratan Allah ta’ala, karenanya Allah ta’ala belum memenuhi janji-Nya pada ayat di atas:
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai
penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Karena para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka- sepeninggal Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam adalah orang paling banyak menegakkan perintah-perintah Allah, dan paling taat kepada Allah azza wa Jalla,
maka pertolongan yang mereka dapatkan sesuai dengan amalan mereka.
Mereka menegakkan kalimat Allah di belahan bumi bagian timur dan barat,
maka Allah benar-benar meneguhkan mereka. Sehingga mereka berhasil
menguasai umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam
sepeninggal mereka melakukan kekurangan dalam sebagian syari’at, maka
kejayaan mereka berkurang selaras dengan amalan mereka.”
Permasalahan Kedua: Terperdaya Oleh Kemajuan Musuh
Tidak kita pungkiri bahwa musuh-musuh
umat Islam berhasil mencapai kemajuan dalam hal materi, ilmu pengetahuan
dan persenjataan. Sebagaimana, kita juga mengakui bahwa saat ini umat
Islam dalam keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu
jauhnya keterbelakangan umat Islam, sampai-sampai jarum jahitpun harus
didatangkan dari negeri kafir.
Fenomena ini menjadikan banyak dari kita ditimpa down mental, sehingga
kita berusaha mengais kemuliaan dengan membeo dan bahkan “mengabdi”
kepada mereka. Berbagai lapisan masyarakat Islam menyerukan agar kita
meneladani berbagai peradaban barat. Kita senantiasa siap untuk
mengorbankan berbagai prinsip dan akidah kita demi mengais apa yang
disebut dengan kemajuan dan tekhnologi. Kita beranggapan bahwa kejayaan
pasti tercapai bila kita meniru mereka.
Tidak hanya berhenti pada meniru, bahkan
pada saat-saat ditimpa musibah dan petaka seperti sekarang ini, umat
Islam mengemis pertolongan dan pembelaan kepada mereka.
Kita lalai bahwa kejayaan, kemuliaan hidup dan pertolongan hanya dapat terwujud dengan iman dan ibadah kepada Allah
ta’ala:
“Orang-orang yang menjadikan
orang-orang kafir sebagai teman penolong (pembela) dengan meninggalkan
orang-orang yang beriman. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi
orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan itu hanyalah
kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa 139)
Tidakkah umat Islam merenungkan pesan Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu tatkala datang ke Baitul Maqdis untuk menerima langsung kunci pintu Baitul Maqdis dari para pendeta ?
Setiba Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu
di Palestina, beliau segera menuju ke Baitul Maqdis. Di tengah
perjalanan, beliau melewati suatu parit. Tanpa pikir panjang, beliau
segera menuntun untanya dan melepas kedua terompahnya lalu meletakkan
keduanya di bahu beliau.
Menyaksikan pemandangan yang demikian
ini, sahabat Abu Ubaidah Al Jarrah berkomentar: Wahai Amirul Mukminin,
Engkau melakukan hal ini, melepas kedua terompahmu, lalu meletakkan
keduanya di atas bahumu, serta menyeberangi parit sambil menuntun unta.
Sungguh aku mengkhawatirkan bila saat ini
ada penduduk setempat yang menyaksikanmu. Mendengar ucapan ini,
Khalifah Umar bin Al Khatthab menjadi tersentak dan berkata: Aduh! Andai
yang berkata demikian adalah selain engkau, niscaya aku akan
menghukumnya. Lalu beliau berkata:
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله . رواه الحاكم
“Sesungguhnya dahulu, kita adalah
orang yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan menurunkan
agama Islam, maka acapkali kita mencari kemuliaan dengan selain agama
Islam, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita.” (HR. Al Hakim)
Saudaraku, tidakkah kita menyimak lalu mengamalkan wasiat
pemimpin umat Islam pertama yang berhasil membebaskan Masjid Al Aqsha
ini?
Sejarah telah menjadi bukti nyata akan wasiat Khalifah Umar
radhiyallahu ‘anhu
ini. Tatkala Shalahuddin Al Ayyubi hendak membebaskan Baitul maqdis
dari belenggu pasukan salib, beliau memulainya dengan mendidik
pasukannya untuk meningkatkan iman dan amal saleh, terutama shalat
malam. Setiap kali beliau melewati sebagian pasukannya yang sedang
membaca Al Qur’an atau shalat malam beliau berkata:
من هنا يأتي النصر
“Dari sinilah kemenangan akan datang.”
Sebaliknya bila ia melewati sebagian pasukannya yang sedang terlelap tidur, beliau berkata:
من هنا تأتي الهزيمة
“Dari sinilah kekalahan akan datang.”