Banyak
ulama yang mengeritik dan menolak akidah Tajsim/Penjasmanian dan
Tasybih atau Penyerupaan Allah swt. terhadap makhluk-Nya,
karena bertentangan dengan firman Allah swt, antara lain: Dalam surat
Syuura (42) : 11; ‘Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya’. Surat Al-An’aam (6): 103; ‘ Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata’. Surat Ash-Shaffaat (37) : 159; ‘Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan’, dan ayat-ayat lain yang serupa maknanya.
Dengan
adanya penafsiran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw secara tekstual
dan litdral ini, maka orang akan mudah membid’ahkan dan mensyirikkan Tawassul (berdo’a pada Allah sambil menyertakan nama Rasulallah atau seorang sholeh/wali dalam do’anya tersebut), Tabarruk
(pengambilan barokah), permohonan syafa’at pada Rasulallah saw dan para
wali Allah. Golongan ini juga melarang orang berkumpul untuk
mengadakan peringatan-peringatan yang berkaitan dengan sejarah Islam
(maulidin Nabi saw, isra-mi'raja dll.), kumpulan majlis-majlis dzikir
(istighothah, tahlil/yasinan dan sebagainya), ziarah kubur, taqlid
(mengikuti) kepada imam madzhab tertentu dan lain sebagainya. Insya Allah, semuanya ini akan kami uraikan sendiri pada babnya masing-masing.
Golongan
Salafi/Wahabi ini sering berkata, bahwa mereka akan mengajarkan
syari’at Islam yang paling murni dan paling benar, oleh karenanya mudah
mensesatkan sampai-sampai berani mengkafirkan, mensyirikkan sesama muslimin yang tidak sependapat atau sepaham dengan mereka. (baca uraian selanjutnya).
Paham golongan Wahabi/Salafi (baca makalah di website-website yang menentang ajaran sekte Wahabi/Salafi umpama disitus www.abusalafy.wordpress, www.salafytobat.wordpress, www.majlisrasulllah. dll.) pada zaman akhir ini mirip dengan golongan al-Hasyawiyyah, karena
kepercayaan-kepercayaan dan pendapat-pendapat mereka mirip dengan
golongan yang dikenali sebagai al-Hasyawiyyah pada abad-abad yang awal.
Istilah al-Hasyawiyyah adalah berasal daripada kata dasar al-Hasyw yaitu
penyisipan, pemasangan dan kemasukan.
Ahmad
bin Yahya al-Yamani (m.840H/1437M) mencatatkan bahwa: Nama
al-Hasyawiyyah digunakan kepada orang-orang yang meriwayatkan
hadits-hadits sisipan yang sengaja dimasukkan oleh golongan al-Zanadiqah sebagaimana
sabda Nabi saw dan mereka menerimanya tanpa melakukan interpretasi
semula, dan mereka juga menggelarkan diri mereka Ashab al-Hadith dan
Ahlal-Sunnah wa al-Jama‘ah. Mereka bersepakat mempercayai konsep
pemaksaan (Allah berhubungan dengan perbuatan manusia) dan tasybih
(bahwa Allah seperti makhluk-Nya) dan mempercayai bahwa Allah mempunyai
jasad dan bentuk serta mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota tubuh
dan lain sebagainya.(baca riwayat-riwayat tajsim, tasybih pada kajian
selanjutnya).
Al-Syahrastani (467-548H/1074-1153M) menuliskan bahwa: Terdapat sebuah kumpulan Ashab al-Hadits, yaitu al-Hasyawiyyah dengan jelas menunjukkan kepercayaan mereka tentang tasybih
(yaitu Allah serupa makhluk-Nya, baca uraian selanjutnya mengenai
tajsim/tasybih) ...sehingga mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu
ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang
menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi
Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba seperti
suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi
empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal,
h.141.]