PUTRI

Sabtu, 08 Desember 2012

Tentang Wahabi


Nama atau julukan madzhab Wahabi/Salafi ini tidak lain dikaitkan pada kelompok muslimin yang berpegang dengan akidah atau keyakinan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, yang mengaku sebagai penerus Ibnu Taimiyyah (kami uraikan tersendiri mengenai sejarah singkat dan paham Ibnu Abdul Wahhab). Golongan ini sering menafsirkan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi saw. secara tekstual/dhohir teks (apa adanya kalimat) dan literal (makna yang sebenarnya) atau harfiah  dan meniadakan arti majazi atau kiasan. Oleh karenanya orang akan lebih mudah terjerumus kepada penjasmanian (tajsim) dan penyerupaan (tasybih) Allah swt kepada makhluk-Nya. Insya Allah nanti kami utarakan tersendiri contoh riwayat-riwayat yang bila kita pahami secara tekstual, jelas akan mengarah kepada Tajsim dan Tasybih. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi atau kiasan, yang mana kata-kata Allah swt. harus diartikan sesuai dengan ke Mahasucian dan ke Maha agungan-Nya..

Banyak ulama yang mengeritik dan menolak akidah Tajsim/Penjasmanian dan Tasybih atau Penyerupaan Allah swt. terhadap makhluk-Nya, karena bertentangan dengan firman Allah swt, antara lain: Dalam surat Syuura (42) : 11; ‘Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya’. Surat Al-An’aam (6): 103; ‘ Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata’. Surat Ash-Shaffaat (37) : 159; ‘Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan’, dan ayat-ayat lain yang serupa maknanya.  

Dengan adanya penafsiran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw secara tekstual dan litdral ini, maka orang akan mudah membid’ahkan dan mensyirikkan Tawassul (berdo’a pada Allah sambil menyertakan nama Rasulallah atau seorang sholeh/wali dalam do’anya tersebut), Tabarruk (pengambilan barokah), permohonan syafa’at pada Rasulallah saw dan para wali Allah. Golongan ini juga melarang orang berkumpul untuk mengadakan peringatan-peringatan yang berkaitan dengan sejarah Islam (maulidin Nabi saw, isra-mi'raja dll.), kumpulan majlis-majlis dzikir (istighothah, tahlil/yasinan dan sebagainya), ziarah kubur, taqlid (mengikuti) kepada imam madzhab tertentu dan lain sebagainya. Insya Allah, semuanya ini akan kami uraikan sendiri pada babnya masing-masing.

Golongan Salafi/Wahabi ini sering berkata, bahwa mereka akan mengajarkan syari’at Islam yang paling murni dan paling benar, oleh karenanya mudah mensesatkan sampai-sampai berani mengkafirkan, mensyirikkan sesama muslimin yang tidak sependapat atau sepaham dengan mereka. (baca uraian selanjutnya).

Paham golongan Wahabi/Salafi (baca makalah di website-website yang menentang ajaran sekte Wahabi/Salafi umpama disitus www.abusalafy.wordpress, www.salafytobat.wordpress, www.majlisrasulllah. dll.) pada zaman akhir ini mirip dengan golongan al-Hasyawiyyah, karena kepercayaan-kepercayaan dan pendapat-pendapat mereka mirip dengan golongan yang dikenali sebagai al-Hasyawiyyah pada abad-abad yang awal. Istilah al-Hasyawiyyah adalah berasal daripada kata dasar al-Hasyw yaitu penyisipan, pemasangan dan kemasukan.

Ahmad bin Yahya al-Yamani (m.840H/1437M) mencatatkan bahwa: Nama al-Hasyawiyyah digunakan kepada orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits sisipan yang sengaja dimasukkan oleh golongan al-Zanadiqah  sebagaimana sabda Nabi saw dan mereka menerimanya tanpa melakukan interpretasi semula, dan mereka juga menggelarkan diri mereka Ashab al-Hadith dan Ahlal-Sunnah wa al-Jama‘ah. Mereka bersepakat mempercayai konsep pemaksaan (Allah berhubungan dengan perbuatan manusia) dan tasybih (bahwa Allah seperti makhluk-Nya) dan mempercayai bahwa Allah mempunyai jasad dan bentuk serta mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota tubuh dan lain sebagainya.(baca riwayat-riwayat tajsim, tasybih pada kajian selanjutnya).   
              
Al-Syahrastani (467-548H/1074-1153M) menuliskan bahwa: Terdapat sebuah kumpulan Ashab al-Hadits, yaitu al-Hasyawiyyah dengan jelas menunjukkan kepercayaan mereka tentang tasybih (yaitu Allah serupa makhluk-Nya, baca uraian selanjutnya mengenai tajsim/tasybih) ...sehingga mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.]           

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo