PUTRI

Sabtu, 08 Desember 2012

Tentang Wahabi


Nama atau julukan madzhab Wahabi/Salafi ini tidak lain dikaitkan pada kelompok muslimin yang berpegang dengan akidah atau keyakinan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, yang mengaku sebagai penerus Ibnu Taimiyyah (kami uraikan tersendiri mengenai sejarah singkat dan paham Ibnu Abdul Wahhab). Golongan ini sering menafsirkan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi saw. secara tekstual/dhohir teks (apa adanya kalimat) dan literal (makna yang sebenarnya) atau harfiah  dan meniadakan arti majazi atau kiasan. Oleh karenanya orang akan lebih mudah terjerumus kepada penjasmanian (tajsim) dan penyerupaan (tasybih) Allah swt kepada makhluk-Nya. Insya Allah nanti kami utarakan tersendiri contoh riwayat-riwayat yang bila kita pahami secara tekstual, jelas akan mengarah kepada Tajsim dan Tasybih. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi atau kiasan, yang mana kata-kata Allah swt. harus diartikan sesuai dengan ke Mahasucian dan ke Maha agungan-Nya..

Banyak ulama yang mengeritik dan menolak akidah Tajsim/Penjasmanian dan Tasybih atau Penyerupaan Allah swt. terhadap makhluk-Nya, karena bertentangan dengan firman Allah swt, antara lain: Dalam surat Syuura (42) : 11; ‘Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya’. Surat Al-An’aam (6): 103; ‘ Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata’. Surat Ash-Shaffaat (37) : 159; ‘Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan’, dan ayat-ayat lain yang serupa maknanya.  

Dengan adanya penafsiran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw secara tekstual dan litdral ini, maka orang akan mudah membid’ahkan dan mensyirikkan Tawassul (berdo’a pada Allah sambil menyertakan nama Rasulallah atau seorang sholeh/wali dalam do’anya tersebut), Tabarruk (pengambilan barokah), permohonan syafa’at pada Rasulallah saw dan para wali Allah. Golongan ini juga melarang orang berkumpul untuk mengadakan peringatan-peringatan yang berkaitan dengan sejarah Islam (maulidin Nabi saw, isra-mi'raja dll.), kumpulan majlis-majlis dzikir (istighothah, tahlil/yasinan dan sebagainya), ziarah kubur, taqlid (mengikuti) kepada imam madzhab tertentu dan lain sebagainya. Insya Allah, semuanya ini akan kami uraikan sendiri pada babnya masing-masing.

Golongan Salafi/Wahabi ini sering berkata, bahwa mereka akan mengajarkan syari’at Islam yang paling murni dan paling benar, oleh karenanya mudah mensesatkan sampai-sampai berani mengkafirkan, mensyirikkan sesama muslimin yang tidak sependapat atau sepaham dengan mereka. (baca uraian selanjutnya).

Paham golongan Wahabi/Salafi (baca makalah di website-website yang menentang ajaran sekte Wahabi/Salafi umpama disitus www.abusalafy.wordpress, www.salafytobat.wordpress, www.majlisrasulllah. dll.) pada zaman akhir ini mirip dengan golongan al-Hasyawiyyah, karena kepercayaan-kepercayaan dan pendapat-pendapat mereka mirip dengan golongan yang dikenali sebagai al-Hasyawiyyah pada abad-abad yang awal. Istilah al-Hasyawiyyah adalah berasal daripada kata dasar al-Hasyw yaitu penyisipan, pemasangan dan kemasukan.

Ahmad bin Yahya al-Yamani (m.840H/1437M) mencatatkan bahwa: Nama al-Hasyawiyyah digunakan kepada orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits sisipan yang sengaja dimasukkan oleh golongan al-Zanadiqah  sebagaimana sabda Nabi saw dan mereka menerimanya tanpa melakukan interpretasi semula, dan mereka juga menggelarkan diri mereka Ashab al-Hadith dan Ahlal-Sunnah wa al-Jama‘ah. Mereka bersepakat mempercayai konsep pemaksaan (Allah berhubungan dengan perbuatan manusia) dan tasybih (bahwa Allah seperti makhluk-Nya) dan mempercayai bahwa Allah mempunyai jasad dan bentuk serta mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota tubuh dan lain sebagainya.(baca riwayat-riwayat tajsim, tasybih pada kajian selanjutnya).   
              
Al-Syahrastani (467-548H/1074-1153M) menuliskan bahwa: Terdapat sebuah kumpulan Ashab al-Hadits, yaitu al-Hasyawiyyah dengan jelas menunjukkan kepercayaan mereka tentang tasybih (yaitu Allah serupa makhluk-Nya, baca uraian selanjutnya mengenai tajsim/tasybih) ...sehingga mereka sanggup mengatakan, bahwa pada suatu ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan ‘Arasy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui ‘Arasy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.]           

Jumat, 23 November 2012

Gaza dan Permasalahan Umat muslim

Petaka yang sedang menimpa umat Islam secara umum, dan yang sedang diderita oleh saudara-saudara kita di Jalur Gaza adalah menuntut kita untuk berpikir serius nan tulus. Kita mencari sumber permasalahan, kelemahan dan kekalahan, lalu kita membenahinya, satu demi satu.

Betapa tidak, jumlah umat Islam pada zaman ini telah mencapai seperlima dari penduduk dunia. Akan tetapi mengapa di berbagai belahan dunia, umat Islam senantiasa tertindas, terampas hak-haknya? Bukankah Allah ta’ala telah berjanji akan melimpahkan kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian kepada mereka?
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Mengapa sekarang ini, umat Islam di seluruh belahan bumi tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan kebengisan dan kekejaman zionis terhadap saudara kita di Jalur Gaza? Mengapa umat Islam saat ini hanya bisa berteriak, mengutuk? Bahkan karena merasa putus asa, mereka malah ikut menambah derita dengan demonstrasi yang mereka adakan? Jalan-jalan menjadi macet, berbagai sarana umum menjadi rusak. Tidak cukup sampai di situ, demonstrasi mereka semakin menambah lemah pemerintahan mereka sendiri. Pemerintah-pemerintahan negeri Islam saat ini menjadi disibukkan dengan kegiatan meredam berbagai aksi demonstrasi masyarakatnya.
Tidakkah ini semua menggugah hati nurani kita untuk berpikir dan mencari akar permasalahan?! Akankah hingga saat ini, kita hanya mampu menyalahkan musuh, dan mencari bukti tentang adanya permusuhan dan kekejaman mereka?!. Kapankah kita dapat mempercayai kabar Allah ta’ala bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah tenteram menyaksikan umat Islam hidup di dunia?
مَّا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّن رَّبِّكُمْ
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrikin tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 105)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata: “Andai orang-orang kafir, dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin mampu untuk menghalangi turunnya hujan dari umat Islam, niscaya akan mereka lakukan. Itu karena mereka tidak senang bila kita mendapatkan kebaikan, walau hanya sedikit. Andai mereka mampu menghalangi kita dari memperoleh ilmu yang bermanfaat, niscaya pasti mereka melakukannya. Perangai buruk ini bukan hanya ada ahlul kitab dan kaum musyrikin yang hidup semasa dengan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam saja, akan perangai ini senantiasa ada pada mereka di sepanjang zaman. Oleh karena itu pada ayat ini Allah ta’ala mengungkapkan fakta ini dengan fi’il mudhari’ (ما يود ) yang berartikan bahwa perangai ini bersifat “terus menerus.”
Pada ayat lain Allah berfirman:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqarah 120)
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudaraku untuk bersama-sama mencari akar permasalahan yang sedang kita hadapi:
Permasalahan Pertama: Lalai Akan Kehidupan Akhirat
Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menggambarkan fakta yang sedang kita alami ini kepada para sahabatnya:
(يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها ، فقال قائل: و من قلة نحن يومئذ ؟ قال: بل أنتم يومئذ كثير و لكنكم غثاء كغثاء السيل و لينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم و ليقذفن الله في قلوبكم الوهن ، فقال قائل: يا رسول الله و ما الوهن ؟ قال حب الدنيا و كراهية الموت ). روا أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk menggerogoti kalian bak para penyantap makanan saling menyeru sesama mereka untuk menyantap hidangannya.” Salah seorang sahabat bertanya: Apakah dikarenakan kita berjumlah sedikit kala itu? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: Bahkan kalian kala itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian buih bak buih air bah. Allah sungguh akan menyirnakan rasa segan terhadap kalian dari jiwa musuh-musuhmu, dan Ia akan menimpakan penyakit “al wahanu” pada jiwa kalian. Salah seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan penyakit “al wahanu”? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: “Cinta kepada kehidupan dunia dan benci terhadap kematian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
(إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا إلى دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو داود والبيهقي وصححه الألباني
“Bila kalian telah berjual beli dengan cara ‘Inah, membuntuti ekor sapi, merasa puas dengan hasil pertanian, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak pernah Ia angkat hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani)
Gambaran transaksi ‘inah adalah: A menjual barang dagangan, misalnya, seekor sapi, kepada B yang sedang membutuhkan uang, seharga Rp 2.000.000,- dengan pembayaran di hutang selama 5 bulan. Setelah transaksi jual beli ini selesai, dan sapi telah berpindah tangan kepada pembeli, yaitu B, pada gilirannya B menjual kembali sapi tersebut kepada A seharga Rp. 1.500.000,- dengan pembayaran kontan. Sehingga pada gambaran transaksi ini, A berhasil mendapatkan kembali sapinya, dan mendapatkan bunga/riba sebesar Rp. 500.000,- atas piutangnya.
Inilah akar permasalahan pertama, kita terlalu disibukkan dengan urusan dunia sehingga lalai dengan urusan akhirat kita. Untuk sedikit membuktikan akan penyakit ganas yang sedang menggerogoti kita ini, saya mengajak saudara-saudaraku seiman untuk bersama-sama menjawab pertanyaan berikut:

  1. Setiap kali adzan dikumandangkan, berapakah jumlah orang yang menghentikan kegiatannya dan mendirikan shalat berjama’ah di masjid?
  2. Berapakah jumlah penonton konser suatu klub musik dan pertandingan sepak bola?
  3. Berapakah wanita yang berjilbab dengan baik dan benar?
  4. Pernahkah kita memikirkan bagaimana dan dengan apa kita memperjuangkan kemajuan dan kejayaan umat Islam?
  5. Berapa banyak jumlah bar, pabrik rokok, tempat “remang-remang” di negeri Islam?
  6. Pernahkah kita tatkala sedang menyendiri lalu memanjatkan doa kepada Allah untuk saudara-saudara kita seiman dan seakidah?
Tidak heran bila salah seorang ahli ibadah mendengar berbagai pemberitaan tentang kebengisan kaum Zionis di Jalur Gaza, berkata:
أي نصر يرجى لأمة عند صلاة الفجر نائمون وعند صلاة العصر لاعبون وعند صلاة العشاء أمام المسلسلات ساهرون.
“Kemenangan bagaimanakah, yang kita harapkan akan terwujud bagi umat yang bila shalat subuh tiba, larut dalam tidur nyenyak, bila shalat ashar tiba, sedang hanyut dalam permainan, dan bila shalat ‘Isya’ tiba, asyik menonton sinetron.”
Singkat kata, umat islam saat ini belum memenuhi persyaratan Allah ta’ala, karenanya Allah ta’ala belum memenuhi janji-Nya pada ayat di atas:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Karena para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka- sepeninggal Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam adalah orang paling banyak menegakkan perintah-perintah Allah, dan paling taat kepada Allah azza wa Jalla, maka pertolongan yang mereka dapatkan sesuai dengan amalan mereka. Mereka menegakkan kalimat Allah di belahan bumi bagian timur dan barat, maka Allah benar-benar meneguhkan mereka. Sehingga mereka berhasil menguasai umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam sepeninggal mereka melakukan kekurangan dalam sebagian syari’at, maka kejayaan mereka berkurang selaras dengan amalan mereka.”
Permasalahan Kedua: Terperdaya Oleh Kemajuan Musuh
Tidak kita pungkiri bahwa musuh-musuh umat Islam berhasil mencapai kemajuan dalam hal materi, ilmu pengetahuan dan persenjataan. Sebagaimana, kita juga mengakui bahwa saat ini umat Islam dalam keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu jauhnya keterbelakangan umat Islam, sampai-sampai jarum jahitpun harus didatangkan dari negeri kafir.
Fenomena ini menjadikan banyak dari kita ditimpa down mental, sehingga kita berusaha mengais kemuliaan dengan membeo dan bahkan “mengabdi” kepada mereka. Berbagai lapisan masyarakat Islam menyerukan agar kita meneladani berbagai peradaban barat. Kita senantiasa siap untuk mengorbankan berbagai prinsip dan akidah kita demi mengais apa yang disebut dengan kemajuan dan tekhnologi. Kita beranggapan bahwa kejayaan pasti tercapai bila kita meniru mereka.
Tidak hanya berhenti pada meniru, bahkan pada saat-saat ditimpa musibah dan petaka seperti sekarang ini, umat Islam mengemis pertolongan dan pembelaan kepada mereka.
Kita lalai bahwa kejayaan, kemuliaan hidup dan pertolongan hanya dapat terwujud dengan iman dan ibadah kepada Allah ta’ala:
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعًا
“Orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman penolong (pembela) dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan itu hanyalah kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa 139)
Tidakkah umat Islam merenungkan pesan Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu tatkala datang ke Baitul Maqdis untuk menerima langsung kunci pintu Baitul Maqdis dari para pendeta ?
Setiba Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu di Palestina, beliau segera menuju ke Baitul Maqdis. Di tengah perjalanan, beliau melewati suatu parit. Tanpa pikir panjang, beliau segera menuntun untanya dan melepas kedua terompahnya lalu meletakkan keduanya di bahu beliau. Menyaksikan pemandangan yang demikian ini, sahabat Abu Ubaidah Al Jarrah berkomentar: Wahai Amirul Mukminin, Engkau melakukan hal ini, melepas kedua terompahmu, lalu meletakkan keduanya di atas bahumu, serta menyeberangi parit sambil menuntun unta. Sungguh aku mengkhawatirkan bila saat ini ada penduduk setempat yang menyaksikanmu. Mendengar ucapan ini, Khalifah Umar bin Al Khatthab menjadi tersentak dan berkata: Aduh! Andai yang berkata demikian adalah selain engkau, niscaya aku akan menghukumnya. Lalu beliau berkata:
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله . رواه الحاكم
“Sesungguhnya dahulu, kita adalah orang yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan menurunkan agama Islam, maka acapkali kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita.” (HR. Al Hakim)
Saudaraku, tidakkah kita menyimak lalu mengamalkan wasiat pemimpin umat Islam pertama yang berhasil membebaskan Masjid Al Aqsha ini?
Sejarah telah menjadi bukti nyata akan wasiat Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu ini. Tatkala Shalahuddin Al Ayyubi hendak membebaskan Baitul maqdis dari belenggu pasukan salib, beliau memulainya dengan mendidik pasukannya untuk meningkatkan iman dan amal saleh, terutama shalat malam. Setiap kali beliau melewati sebagian pasukannya yang sedang membaca Al Qur’an atau shalat malam beliau berkata:
من هنا يأتي النصر
“Dari sinilah kemenangan akan datang.”
Sebaliknya bila ia melewati sebagian pasukannya yang sedang terlelap tidur, beliau berkata:
من هنا تأتي الهزيمة
“Dari sinilah kekalahan akan datang.”
Permasalahan Ketiga: Mempercayai Setiap Penebar Semangat
Pada saat terjadi petaka atau kejadian besar semacam ini, setiap orang memberikan ulasan, dan pandangannya. Setiap pengamat dengan berbagai latar belakang, aliran, dan bahkan kepentingan, mengutarakan ulasannya. Hal ini tidak mengherankan, yang mengherankan adalah bila umat Islam mempercayai dan membeo dengan setiap pahlawan kesiangan tersebut. Akibat dari sikap tidak terpuji ini, umat Islam di mana saja sering menjadi kelinci percobaan, bahkan tumbal bagi berbagai kalangan untuk mewujudkan kepentingannya.
Terlebih-lebih di negeri seperti negeri kita tercinta, Indonesia, terlebih lagi pada saat-saat pemilu. Berbagai partai menggunakan nama Islam, dan mengesankan sebagai pahlawan yang siap hidup dan mati demi umat Islam. Berbagai slogan, semboyan, dan janji diumbar, sehingga kebanyakan umat Islam menjadi terbuai karenanya. Akan tetapi bila masa-masa kampanye telah berlalu, semuanya sirna bak fatamorgana. Bahkan dengan tanpa rasa malu sedikitpun, berbagai partai Islam atau tokoh muslim menikmati jabatannya, tanpa menengok sedikitpun kepada kepentingan umat islam.
Saudaraku, pada saat-saat seperti ini, Allah ta’ala telah mengajarkan agar umat Islam senantiasa menyerahkan urusan mereka kepada waliyul amri di antara mereka. Waliyul amri dari kalangan ulama’ dan juga waliyul amri dari kalangan pemimpin mereka. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syetan, kecuali sebagian sedikit saja (diantaramu).” (QS. An Nisa’: 83)
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dengan berkata: “Ayat ini mengingkari perbuatan sebagian orang yang terburu-buru dalam mempublikasikan setiap kejadian, padahal ia belum mendapatkan kejelasan dan duduk perkaranya dengan baik.
Permasalahan Keempat: Perpecahan Umat Islam Biang Kehinaan
Menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam di atas al haq (kebenaran) adalah salah satu prinsip pokok dalam syariat Islam, sebagaimana telah ditegaskan dalam firman Allah ta’ala:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكروا الله نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بينكم فأصبحتم بنعمته إخوانا
“Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran 103)
Lebih detil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan persatuan yang seyogyanya dibina oleh umat islam melalui sabdanya
عن النعمان بن بشير قال : قال رسول الله (مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى) رواه مسلم
“Dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Perumpamaan kaum mukminin dalam hal kecintaan, kasih sayang, dan bahu-membahu sesama mereka, bagaikan satu tubuh, bila ada anggota tubuh itu yang menderita, niscaya anggota tubuh lainnya akan sama-sama merasakan susah tidur dan demam.” (Riwayat Muslim)
Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan adalah suatu hal yang terlarang dalam syari’at Islam, sebagaimana ditegaskan pada ayat di atas, dan juga pada firman Allah berikut:
ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وألئك لهم عذاب عظيم يوم تبيض وجوه وتسود وجوه
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS Ali Imran 105)
Ayat-ayat yang melarang perpecahan dan memerintahkan persatuan sangatlah banyak. Ini menunjukkan akan betapa pentingnya persatuan bagi kelangsungan umat Islam dan betapa besar kerusakan yang akan menimpa mereka bila mereka berpecah-belah. Bahkan Allah ta’ala telah menegaskan bahwa perpecahan adalah sumber utama bagi kehancuran dan runtuhnya kejayaan umat Islam:
وَأَطِيعُواْ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta janganlah engkau saling berselisih, akibatnya engkau akan mengalami kegagalan dan akan sirna kekuatanmu serta bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfal 46)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak kesempatan juga senantiasa mengingatkan umatnya akan kewajiban bersatu di atas kebenaran dan haramnya segala macam bentuk perpecahan.
Walau demikian adanya, umat islam di segala penjuru dunia kurang mengindahkan syari’at Allah ini. Kita dapatkan bahwa umat Islam terpetak-petak ke dalam berbagai kelompok, partai dan sekte. Ini semua membuktikan akan kebenaran sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(إن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة) رواه أحمد وأبو داود وابن أبي عاصم والحاكم وصححه الألباني
“Dan (pemeluk) agama ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, dan (hanya) satu golongan yang masuk surga, yaitu Al Jama’ah.” (HRS Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Abi ‘Ashim dan Al Hakim, dan dishohihkan oleh Al Albani)
Inilah di antara penyebab utama bagi terjadinya petaka yang menimpa saudara kita di Jalur Gaza. Dalam satu negara ada dua kepemimpinan, dan dua partai yang saling bertentangan dan berperang.
Oleh karena itu, solusi pertama yang harus kita tempuh untuk mengentaskan penderitaan saudara kita adalah dengan menyatukan mereka. Sudah saatnya bagi umat Islam untuk menempuh segala macam cara untuk menyatukan berbagai kekuatan dan aliran yang ada di Palestina. Sudah saatnya bagi segala kekuatan yang ada di Palestina untuk meninggalkan segala kepentingan pribadi dan golongan, serta mendahukan kepentingan umat islam.
Sudah saatnya umat Islam untuk kembali meneladani uswah kaum Aus dan Khajraj. Dahlu, kaum Aus dan Khajraj senantiasa berperang dan bertikai demi merebutkan kepemimpinan. Akan tetapi setelah mereka memeluk agama Islam, mereka bersatu dan melupakan segala perbedaan, dendam kabilah dan kepentingan. Mereka bersatu padu, seiya dan sekata, tiada kepentingan yang mereka perjuangkan selain keridhaan Allah.
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka. Lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran 103)
Tidakkah tiba saatnya bagi umat Islam untuk mengambil pelajaran dari jatuhnya kembali bumi Andalus yang indah nan permai ke tangan penyembah salib? Perpecahan antara umat Islam, dan masing-masing kelompok berusaha menjatuhkan kelompok lainnya. Bahkan masing-masing kelompok tidak segan-segan untuk bersekongkol dengan kaum nasrani guna meruntuhkan saudaranya sesama muslim. Suatu fenomena yang memilukan, sampai-sampai salah seorang penyair berkata:
مما يزهدني في أرض أندلس * سماع معتصم فيها ومعتضد
ألقاب مملكة في غير موضعها * كالهر يحكي انتفاخا صولة الاسد
Diantara yang menjadikanku meninggalkan bumi Andalusia
Adanya julukan Mu’tashim dan Mu’tadhid.
Julukan para raja yang tidak pada tempatnya
Bak Kucing yang meniru kegagahan singa.
Demikianlah yang kita rasakan di negeri Islam saat ini, berbagai organisasi yang menamakan dengan nama-nama Islam, partai islam, pembela islam, pejuang islam, persatuan mujahidin dan lainnya. Akan tetapi bila kita periksa dengan seksama, niscaya kita dapatkan tak lebih dari para pengais jabatan dan uang.
Bila ada yang tidak percaya, maka silakan mengoreksi berbagai partai islam dan ormas islam yang ada. Semuanya dipimpin oleh orang yang tidak berilmu, atau kalaupun ada yang berilmu, maka itu hanya sedikit. Penampilan anggotanya tidak mencerminkan sebagai seorang muslim, bahkan tidak jarang sebagian anggotanya dari penganut agama lain, terutama di cabang-cabang yang ada di wilayah Indonesia timur.
Permasalahan Kelima: Berperang Tanpa Mempersiapkan Kekuatan
Andai Allah menghendaki agar para nabi dan pengikutnya berjaya dan menguasai dunia tanpa harus berperang melawan musuh, niscaya hal itu akan terjadi. Akan tetapi Allah ta’ala telah menentukan bahwa dunia adalah alam percobaan dan ujian. Para nabi dan pengikutnya diuji dengan adanya orang-orang yang kufur, orang yang kaya di uji dengan yang miskin, dan demikianlah seterusnya.
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.” (QS. Yunus 99)
Pada ayat lain Allah berfirman:
ذَلِكَوَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ
“Demikianlah, andai Allah menghendaki, niscaya Allah akan mengalahkan/membinasakan mereka, akan tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain.” (QS. Muhammad 4)
Bila demikian adanya, tidak heran bila pada ayat selanjutnya Allah ta’ala memberikan umat Islam resep yang manjur untuk mengalahkan musuh-musuhnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman,jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu, dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad 7)
Inilah sumber kekuatan pertama yang harus dipersiapkan oleh umat Islam. Umat Islam berjuang dan berperang dengan menggunakan kekuatan iman dan amal sholeh mereka. Mereka senantiasa bertawakkal dan mengharapkan pertolongan kepada Allah.
Inilah yang mendasari Kholifah Umar bin Abdul Aziz untuk berpesan kepada salah seorang panglima perangnya sebagaimana berikut:
“Hendaknya engkau senantiasa bertakwa kepada Allah dalam setiap situasi yang engkau hadapi, karena ketakwaan kepada Allah adalah senjata paling ampuh, taktik paling bagus, dan kekuatan paling hebat. Janganlah engkau dan kawan-kawanmu lebih waspada dalam menghadapi musuh dibanding menghadapi perbuatan maksiat kepada Allah. Karena perbuatan dosa lebih aku khawatirkan atas masyarakat dibanding tipu daya musuh mereka. Kita memusuhi musuh kita dan mengharapkan kemenangan atas mereka berkat tindak kemaksiatan mereka. Kalaulah bukan karena itu, niscaya kita tidak kuasa menghadapi mereka, karena jumlah kita tidak seimbang dengan jumlah mereka, kekuatan kita tidak setara dengan kekuatan mereka. Bila kita tidak mendapat pertolongan atas mereka berkat kebencian kita terhadap kemaksiatan mereka, niscaya kita tidak dapat mengalahkan mereka hanya dengan kekuatan kita.
Jangan sekali-kali kalian lebih mewaspadai permusuhan seseorang dibanding kewaspadaanmu terhadap dosa-dosamu sendiri. Janganlah kalian lebih serius menghadapi mereka dibanding menghadapi dosa-dosa kalian.
Ketahuilah bahwa kalian senantiasa diawasi oleh para malaikat pencatat amalan. Mereka mengetahui setiap perilaku kalian sepanjang perjalanan dan peristirahatan kalian. Hendaknya kalian merasa malu dari mereka, dan berlaku santun dihadapan mereka. Jangan sekali-kali menyakiti mereka dengan tindak kemaksiatan kepada Allah, padahal kalian mengaku sedang berjuang di jalan Allah.
Janganlah sekali-kali kalian beranggapan bahwa: “Sesungguhnya (perbuatan) musuh-musuh kita lebih jelek dibanding kita, sehingga tidak mungkin mereka dapat mengalahkan kita, walaupun kita berbuat dosa. Betapa banyak kaum yang telah dikuasai oleh orang-orang yang lebih jelek, akibat dari perbuatan dosa kaum tersebut.”
Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi diri kalian, sebagaimana kalian memohon pertolongan kepada-Nya dalam menghadapi musuh kalian. Sebagaimana kamipun turut memohon hal tersebut untuk diri kita dan juga untuk kalian.” (Hilyatul Auliya’, oleh Abu Nu’aim Al Ashbahaany 5/303)
Kekuatan kedua yang belum dipersiapkan oleh umat Islam saat ini ialah kekuatan materi, persenjataan, dan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam dimanapun mereka berada menggantungkan diri kepada musuh-musuh mereka dalam hal persenjataan. Saat ini, Negara Islam terkuat dalam hal persenjataan adalah negara kafir terlemah. Betapa tidak, sebagian besar atau bahkan seluruh persenjataan yang dimiliki oleh negara Islam adalah hasil beli atau bahkan piutang dari negara kafir.
Kita semua ingat tatkala negara kita dikenai embargo persenjataan oleh Amerika dan Inggris, hampir setiap bulan, satu demi satu pesawat tempur kita jatuh, dan yang tidak jatuh pun tidak dapat digunakan.
Dan saya juga yakin bahwa antum juga mengetahui bahwa berbagai radar yang dipasang di negeri kita adalah hasil hibah atau bahkan piutang dari negara-negara kafir.
Sebagaimana kita juga tidak dapat pungkiri bahwa negara kita adalah negara Islam terbesar dan termasuk negara Islam yang cukup kuat bila dibanding dengan negara-negara Islam lainnya.
Saya juga yakin bahwa kita semua tahu bahwa negara kafir tetangga, yaitu Singapura, yang penduduknya tidak sampai satu juta, jauh lebih canggih dan lebih kuat persenjataannya bila dibanding dengan negara Islam manapun.
Bila demikian adanya, maka mana mungkin bagi umat Islam mampu menakut-nakuti negara kafir, apalagi mengalahkannya.
Semua ini kita alami, padahal Allah ta’ala telah memerintahkan kita agar senantiasa membekali diri dengan persenjataan yang dapat menjadikan musuh segan atau takut terhadap kita:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang dipersiapkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfaal: 60)
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy berkata: “Apabila pada zaman sekarang telah ada persenjataan yang lebih menakutkan musuh dibanding kuda dan memanah, misalnya: kendaraan tempur darat ataupun udara (pesawat tempur) yang dipersiapkan untuk berperang. Dengan senjata-senjata itu kita lebih mudah untuk meruntuhkan musuh, maka kita diperintahkan untuk mempersiapkan dan berusaha untuk memilikinya. Sampai pun bila persenjataan itu tidak dapat diperoleh melainkan dengan terlebih dahulu mempelajari ilmu perindustrian, maka mempelajari ilmu itu wajib hukumnya. Yang demikian itu berdasarkan kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به، فهو واجب
“Apabila ada suatu hal yang suatu amalan wajib tidak dapat terlaksana melainkan dengannya, maka hal tersebut adalah wajib.”
Apalah gunanya senapan, bebatuan bila berhadapan dengan pesawat tempur, tank lapis baja, kapal perang dan berbagai persenjataan canggih lainnya. Mungkinkah musuh akan merasa takut dan gentar bila berhadapan dengan umat Islam yang hanya berbekalkan senapan, katapel, dan beberapa jenis kendaraan perang ringan?
Berdasarkan penjelasan ini, kita semua dapat menyimpulkan bahwa kejayaan umat Islam bukan hanya menjadi tanggung jawab kelompok tertentu saja. Agama Islam bukan hanya milik para ustadz, atau negara arab saja, akan tetapi agama Islam adalah milik dan tanggung jawab kita bersama. Masing-masing dari kita wajib untuk memperjuangkan agamanya, dan berkorban untuk akidahnya. Kita semua berjuang sesuai dengan potensi kita masing-masing, tanpa perlu saling mendahului, atau berebut.
Para da’i berjuang dengan ilmu agamanya, para konglomerat muslim berjuang dengan hartanya, para ilmuwan berjuang dengan ilmunya, para pejabat berjuang dengan jabatannya, wartawan muslim berjuang dengan penanya, dan demikian seterusnya.
Betapa indahnya gambaran yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kerjasama yang saling melengkapi ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(إن الله عز وجل يدخل بالسهم الواحد ثلاثة نفر الجنة صانعه يحتسب في صنعته الخير والرامي به ومنبله) رواه أحمد وأبو داود وغيرهما.
“Sesungguhnya Allah azza wa Jalla dengan satu anak panah, memasukkan tiga orang ke dalam surga: pembuatnya yang mengharapkan pahala ketika ia membuatnya, pemanahnya, dan orang yang membantu pemanah dengan mengambilkan anak panahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
Kabar Gembira
Sedahsyat apapun musibah yang menimpa umat Islam, sekejam apapun kejahatan musuh-musuh Islam, dan dengan cara apapun mereka berusaha menumpas umat Islam, kejayaan pasti menghampiri umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يُرِيدُونَ لِيُطْفِؤُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“mereka menginginkan untuk memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya, meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. As Shaff: 8)
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك). رواه مسلم
“Akan terus ada sekelompok dari umatku yang akan berjaya di atas kebenaran, tiada membahayakan mereka perilaku orang-orang yang mengkhianati mereka. Mereka terus berjaya hingga datang urusan Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap berjaya.” (HR. Muslim)
Berdasarkan ini semua, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk berputus asa, atau keluar dari syariat Allah dalam mengupayakan kejayaan Islam. Marilah kita merajut kembali kejayaan dan kemenangan umat Islam dengan kembali mengobarkan iman dan amal saleh. Kita memulai rajutan ini dari diri kita, keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat sekitar. Hanya dengan demikian, kita dapat mempersiapkan diri bagi turunnya pertolongan Allah dan kerahmatan-Nya:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Al Mukmin: 51)
Pada ayat lain Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh-sungguh telah Kami tuliskan (tetapkan) di dalam Zabur sesudah (Kami tuliskan dalam Lauh Mahfuzh) bahwasannya bumi ini akan di warisi oleh hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiya’: 105)
Bila masing-masing kita benar-benar telah memulai rajutan iman dan amal saleh, niscaya pertolongan Allah akan segera turun. Tidak sepantasnya bagi umat yang beriman kepada Allah ta’ala untuk berputus asa, berkecil hati, sebagaimana tidak sepantasnya berlaku terburu-buru dalam perjuangan. Sikap terburu-buru hanyalah akan mendatangkan kegagalan.
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
“Barang siapa yang tergesa-gesa dalam mencapai sesuatu, niscaya akan diganjar dengan kegagalan.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Khabbab bin Arat radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada suatu hari beliau mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berbaring di bawah naungan Ka’bah berbantalkan selimutnya. Lalu sahabat Khabbab berkata kepada beliau: Tidakkah engkau memohonkan pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami? Maka beliau menjawab: Dahulu pada umat sebelum kalian ada orang yang ditimbun dalam tanah, kemudian didatangkan gergaji, lalu diletakkan di atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua. Siksa itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya. Dan ada yang disisir dengan sisir besi, hingga terkelupas daging, dan nampaklah tulang atau ototnya, akan tetapi hal itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya. Sungguh demi Allah, urusan ini akan menjadi sempurna, sehingga akan ada penunggang kendaraan dari Sanaa’ hingga ke Hadramaut, sedangkan ia tidaklah merasa takut kecuali kepada Allah atau serigala atas dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang terburu-buru.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kisah ini kembali menggugah keimanan Khabbab kepada janji Allah. Sebagaimana Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegur sahabat Khabbab agar meninggalkan sikap terburu-buru dalam perjuangan di jalan Allah.
Sahabat Khabbab radhiyallahu ‘anhu yang hanya meminta agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan pertolongan sebelum ada faktor pendukung terwujudnya kemenangan, dinyatakan sebagai sikap terburu-buru, maka bagaimana halnya dengan sikap banyak dari umat Islam pada zaman ini. Dari mereka ada yang menempuh jalan demonstrasi, pengeboman, pendirian partai politik, dan menggalang dukungan dari siapapun, serta berkoalisi dengan partai apapun, tanpa perduli dengan asas dan ideologinya. Semua ini mereka lakukan di bawah slogan: menyegerakan kejayaan bagi umat Islam?!! Mengusahakan jaminan hidup bermartabat bagi umat Islam?! Memperjuangkan nasib kaum muslimin?!! Bahkan dari mereka ada yang berkata: Bila umat islam tidak masuk parlemen, maka siapakah yang akan menjamin nasib mereka?!
Seakan-akan mereka tidak pernah mendengar jaminan dan janji Allah di atas.
Seusai perjanjian Hudaibiyyah ditandatangani, sahabat Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu yang tidak kuasa melihat sahabat Abu Jandal radhiyallahu ‘anhu diserahkan kembali ke orang-orang Quraisy, berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Bukankah engkau adalah benar-benar Nabiyullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Ya. Umar pun kembali berkata: Bukankah kita di atas kebenaran, sedangkan musuh kita di atas kebatilan? Nabi pun menjawab: Ya! Umar pun berkata: Lalu mengapa kita pasrah dengan kehinaan dalam urusan agama kita, bila demikian adanya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Sesungguhnya Aku adalah Rasulullah, dan aku tidak akan menyelisihi perintah-Nya, dan Allah adalah Penolongku. Umar kembali berkata: Bukankah engkau pernah mengabarkan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Ka’bah, kemudian berthawaf di sekelilingnya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Iya, dan apakah aku pernah mengabarkan bahwa kita akan mendatangi Ka’bah pada tahun ini?Umar pun menjawab: Tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya: Sesungguhnya engkau akan mendatanginya, dan akan bertawaf mengelilinginya. (Muttafaqun ‘alaih)
Pada kisah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha meneguhkan kembali keimanan Umar bin Khatthab kepada janji Allah agar tidak tergoyah. Dan mengingatkannya agar bersabar dalam menanti datangnya pertolongan Allah, yaitu dengan tetap taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah seyogyanya pertolongan Allah ta’ala digapai. Yaitu dengan keimanan yang benar dan kokoh dan kesabaran yang teguh. Allah ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan dari mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan adalah mereka selalu meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)
Ibnul Qayyim berkata: “Pada ayat ini Allah ta’ala mengabarkan bahwa Ia telah menjadikan mereka (pengikut nabi Musa -pen) sebagai pemimpin-pemimpin yang dijadikan panutan oleh generasi setelah mereka, berkat kesabaran dan keyakinan mereka. Sebab dengan kesabaran dan keyakinan, kepemimpinan dalam hal agama dapat dicapai. Karena seorang penyeru kepada jalan Allah ta’ala, tidaklah akan terealisasi cita-citanya, melainkan bila ia benar-benar yakin akan kebenaran misi yang ia surukan, ia menguasai ilmu tentangnya. Ia juga bersabar dalam menjalankan dakwah menuju jalan Allah, yaitu dengan tabah menahan beban dakwah dan menahan diri dari segala hal yang akan meluluhkan tekad dan cita-citanya. Barang siapa demikian ini halnya, maka ia termasuk para pemimpin yang telah mendapat petunjuk dari Allah ta’ala.”
Pada akhir tulisan ini, saya hanya dapat berdoa kepada Allah ta’ala agar senantiasa melimpahkan taufik dan ‘inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat istiqamah di atas kebenaran.
اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ، عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
“Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: “segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam”. Amin


Dari artikel Pelajaran dari Jalur Gaza — Muslim.Or.Id by nullPetaka yang sedang menimpa umat Islam secara umum, dan yang sedang diderita oleh saudara-saudara kita di Jalur Gaza adalah menuntut kita untuk berpikir serius nan tulus. Kita mencari sumber permasalahan, kelemahan dan kekalahan, lalu kita membenahinya, satu demi satu.

Betapa tidak, jumlah umat Islam pada zaman ini telah mencapai seperlima dari penduduk dunia. Akan tetapi mengapa di berbagai belahan dunia, umat Islam senantiasa tertindas, terampas hak-haknya? Bukankah Allah ta’ala telah berjanji akan melimpahkan kejayaan, kemakmuran, dan kedamaian kepada mereka?

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah di ridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Mengapa sekarang ini, umat Islam di seluruh belahan bumi tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan kebengisan dan kekejaman zionis terhadap saudara kita di Jalur Gaza? Mengapa umat Islam saat ini hanya bisa berteriak, mengutuk? Bahkan karena merasa putus asa, mereka malah ikut menambah derita dengan demonstrasi yang mereka adakan? Jalan-jalan menjadi macet, berbagai sarana umum menjadi rusak.
Tidak cukup sampai di situ, demonstrasi mereka semakin menambah lemah pemerintahan mereka sendiri. Pemerintah-pemerintahan negeri Islam saat ini menjadi disibukkan dengan kegiatan meredam berbagai aksi demonstrasi masyarakatnya.
Tidakkah ini semua menggugah hati nurani kita untuk berpikir dan mencari akar permasalahan?! Akankah hingga saat ini, kita hanya mampu menyalahkan musuh, dan mencari bukti tentang adanya permusuhan dan kekejaman mereka?!. Kapankah kita dapat mempercayai kabar Allah ta’ala bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah tenteram menyaksikan umat Islam hidup di dunia?
“Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrikin tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah: 105)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin berkata: “Andai orang-orang kafir, dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin mampu untuk menghalangi turunnya hujan dari umat Islam, niscaya akan mereka lakukan. Itu karena mereka tidak senang bila kita mendapatkan kebaikan, walau hanya sedikit. Andai mereka mampu menghalangi kita dari memperoleh ilmu yang bermanfaat, niscaya pasti mereka melakukannya.
Perangai buruk ini bukan hanya ada ahlul kitab dan kaum musyrikin yang hidup semasa dengan Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam saja, akan perangai ini senantiasa ada pada mereka di sepanjang zaman. Oleh karena itu pada ayat ini Allah ta’ala mengungkapkan fakta ini dengan fi’il mudhari’ (ما يود ) yang berartikan bahwa perangai ini bersifat “terus menerus.”
Pada ayat lain Allah berfirman:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka….” (QS. Al Baqarah 120)
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudaraku untuk bersama-sama mencari akar permasalahan yang sedang kita hadapi:
Permasalahan Pertama: Lalai Akan Kehidupan Akhirat
Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menggambarkan fakta yang sedang kita alami ini kepada para sahabatnya:

(يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها ، فقال قائل: و من قلة نحن يومئذ ؟ قال: بل أنتم يومئذ كثير و لكنكم غثاء كغثاء السيل و لينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم و ليقذفن الله في قلوبكم الوهن ، فقال قائل: يا رسول الله و ما الوهن ؟ قال حب الدنيا و كراهية الموت ). روا أحمد وأبو داود وغيرهما.

“Tidak lama lagi umat-umat lain akan saling menyeru untuk menggerogoti kalian bak para penyantap makanan saling menyeru sesama mereka untuk menyantap hidangannya.” Salah seorang sahabat bertanya: Apakah dikarenakan kita berjumlah sedikit kala itu? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: Bahkan kalian kala itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian buih bak buih air bah. Allah sungguh akan menyirnakan rasa segan terhadap kalian dari jiwa musuh-musuhmu, dan Ia akan menimpakan penyakit “al wahanu” pada jiwa kalian. Salah seorang sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan penyakit “al wahanu”? Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam menjawab: “Cinta kepada kehidupan dunia dan benci terhadap kematian.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)
Pada hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا إلى) دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو داود والبيهقي وصححه الألباني

“Bila kalian telah berjual beli dengan cara ‘Inah, membuntuti ekor sapi, merasa puas dengan hasil pertanian, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak pernah Ia angkat hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani)
Gambaran transaksi ‘inah adalah: A menjual barang dagangan, misalnya, seekor sapi, kepada B yang sedang membutuhkan uang, seharga Rp 2.000.000,- dengan pembayaran di hutang selama 5 bulan. Setelah transaksi jual beli ini selesai, dan sapi telah berpindah tangan kepada pembeli, yaitu B, pada gilirannya B menjual kembali sapi tersebut kepada A seharga Rp. 1.500.000,- dengan pembayaran kontan. Sehingga pada gambaran transaksi ini, A berhasil mendapatkan kembali sapinya, dan mendapatkan bunga/riba sebesar Rp. 500.000,- atas piutangnya.
Inilah akar permasalahan pertama, kita terlalu disibukkan dengan urusan dunia sehingga lalai dengan urusan akhirat kita. Untuk sedikit membuktikan akan penyakit ganas yang sedang menggerogoti kita ini, saya mengajak saudara-saudaraku seiman untuk bersama-sama menjawab pertanyaan berikut:
  1. Setiap kali adzan dikumandangkan, berapakah jumlah orang yang menghentikan kegiatannya dan mendirikan shalat berjama’ah di masjid?
  2. Berapakah jumlah penonton konser suatu klub musik dan pertandingan sepak bola?
  3. Berapakah wanita yang berjilbab dengan baik dan benar?
  4. Pernahkah kita memikirkan bagaimana dan dengan apa kita memperjuangkan kemajuan dan kejayaan umat Islam?
  5. Berapa banyak jumlah bar, pabrik rokok, tempat “remang-remang” di negeri Islam?
Tidak heran bila salah seorang ahli ibadah mendengar berbagai pemberitaan tentang kebengisan kaum Zionis di Jalur Gaza, berkata:

أي نصر يرجى لأمة عند صلاة الفجر نائمون وعند صلاة العصر لاعبون وعند صلاة العشاء أمام المسلسلات ساهرون.

“Kemenangan bagaimanakah, yang kita harapkan akan terwujud bagi umat yang bila shalat subuh tiba, larut dalam tidur nyenyak, bila shalat ashar tiba, sedang hanyut dalam permainan, dan bila shalat ‘Isya’ tiba, asyik menonton sinetron.”
Singkat kata, umat islam saat ini belum memenuhi persyaratan Allah ta’ala, karenanya Allah ta’ala belum memenuhi janji-Nya pada ayat di atas:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai penguasa, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An Nur: 55)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Karena para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka- sepeninggal Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam adalah orang paling banyak menegakkan perintah-perintah Allah, dan paling taat kepada Allah azza wa Jalla, maka pertolongan yang mereka dapatkan sesuai dengan amalan mereka. Mereka menegakkan kalimat Allah di belahan bumi bagian timur dan barat, maka Allah benar-benar meneguhkan mereka. Sehingga mereka berhasil menguasai umat manusia dan berbagai negeri. Dan tatkala umat Islam sepeninggal mereka melakukan kekurangan dalam sebagian syari’at, maka kejayaan mereka berkurang selaras dengan amalan mereka.”
Permasalahan Kedua: Terperdaya Oleh Kemajuan Musuh
Tidak kita pungkiri bahwa musuh-musuh umat Islam berhasil mencapai kemajuan dalam hal materi, ilmu pengetahuan dan persenjataan. Sebagaimana, kita juga mengakui bahwa saat ini umat Islam dalam keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Begitu jauhnya keterbelakangan umat Islam, sampai-sampai jarum jahitpun harus didatangkan dari negeri kafir.
Fenomena ini menjadikan banyak dari kita ditimpa down mental, sehingga kita berusaha mengais kemuliaan dengan membeo dan bahkan “mengabdi” kepada mereka. Berbagai lapisan masyarakat Islam menyerukan agar kita meneladani berbagai peradaban barat. Kita senantiasa siap untuk mengorbankan berbagai prinsip dan akidah kita demi mengais apa yang disebut dengan kemajuan dan tekhnologi. Kita beranggapan bahwa kejayaan pasti tercapai bila kita meniru mereka.
Tidak hanya berhenti pada meniru, bahkan pada saat-saat ditimpa musibah dan petaka seperti sekarang ini, umat Islam mengemis pertolongan dan pembelaan kepada mereka.
Kita lalai bahwa kejayaan, kemuliaan hidup dan pertolongan hanya dapat terwujud dengan iman dan ibadah kepada Allah ta’ala:
“Orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman penolong (pembela) dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan itu hanyalah kepunyaan Allah.” (QS. An Nisa 139)
Tidakkah umat Islam merenungkan pesan Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu tatkala datang ke Baitul Maqdis untuk menerima langsung kunci pintu Baitul Maqdis dari para pendeta ?
Setiba Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu di Palestina, beliau segera menuju ke Baitul Maqdis. Di tengah perjalanan, beliau melewati suatu parit. Tanpa pikir panjang, beliau segera menuntun untanya dan melepas kedua terompahnya lalu meletakkan keduanya di bahu beliau.
Menyaksikan pemandangan yang demikian ini, sahabat Abu Ubaidah Al Jarrah berkomentar: Wahai Amirul Mukminin, Engkau melakukan hal ini, melepas kedua terompahmu, lalu meletakkan keduanya di atas bahumu, serta menyeberangi parit sambil menuntun unta.
Sungguh aku mengkhawatirkan bila saat ini ada penduduk setempat yang menyaksikanmu. Mendengar ucapan ini, Khalifah Umar bin Al Khatthab menjadi tersentak dan berkata: Aduh! Andai yang berkata demikian adalah selain engkau, niscaya aku akan menghukumnya. Lalu beliau berkata:

إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله . رواه الحاكم

“Sesungguhnya dahulu, kita adalah orang yang paling hina, lalu Allah memuliakan kita dengan menurunkan agama Islam, maka acapkali kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita.” (HR. Al Hakim)
Saudaraku, tidakkah kita menyimak lalu mengamalkan wasiat pemimpin umat Islam pertama yang berhasil membebaskan Masjid Al Aqsha ini?
Sejarah telah menjadi bukti nyata akan wasiat Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu ini. Tatkala Shalahuddin Al Ayyubi hendak membebaskan Baitul maqdis dari belenggu pasukan salib, beliau memulainya dengan mendidik pasukannya untuk meningkatkan iman dan amal saleh, terutama shalat malam. Setiap kali beliau melewati sebagian pasukannya yang sedang membaca Al Qur’an atau shalat malam beliau berkata:

من هنا يأتي النصر

“Dari sinilah kemenangan akan datang.”
Sebaliknya bila ia melewati sebagian pasukannya yang sedang terlelap tidur, beliau berkata:

من هنا تأتي الهزيمة

“Dari sinilah kekalahan akan datang.”

Selasa, 17 Juli 2012

Negara Mendiskriminasi Umat Islam

Di hadapan para dubes asing, Presiden SBY kembali menegaskan pembelaannya terhadap Ahmadiyah dan GKI Yasmin. Di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (15/2), SBY mengatakan Pemerintah tidak pernah melarang bahkan mengakomodasi kebebasan rakyat untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya, termasuk bagi rakyat Indonesia penganut Ahmadiyah.

Pernyataan SBY ini menunjukkan dua hal: diskriminasi terhadap umat Islam serta ketundukan SBY terhadap negara-negara imperilias terutama Amerika Serikat dan Eropa. Dengan pernyataan ini SBY memposisikan umat Islam sebagai pihak yang salah, tidak toleran dan anarkis; sementara Ahmadiyah dan GKI Yasmin diposisikan sebagai pihak yang lemah, kelompok yang damai, minoritas sehingga harus dilindungi oleh negara.

SBY jelas menutupi fakta sebenarnya. SBY menutup mata bahwa mayoritas umat Islam menuntut Ahmadiyah dibubarkan karena kesesatannya. Bahkan ormas-ormas besar di Indonesia seperti NU dan Muhamadiyah secara tegas menyatakan kesesatan Ahmadiyah ini. Padahal tuntutan umat Islam terhadap Ahmadiyah sangat minimalis, yakni agar mereka tidak membawa-bawa nama Islam dalam keyakinan mereka. Maraknya konflik antar umat Islam dan Ahmadiyah terjadi karena ketidaktegasan negara untuk melarang Ahmadiyah.

Dalam kasus GKI Yasmin, fakta penting tentang adanya pemalsuan terhadap tanda tangan warga yang seakan-akan menyetujui GKI Yasmin juga tidak diungkap oleh SBY. Selain itu, bakal gereja yang berada di tengah-tengah pemukiman itu ditolak warga setempat. Apalagi Mahkamah Agung dalam suratnya nomor: 45/Td.TUN/VI/2011 tertanggal 1 Juni 2011 sesungguhnya juga telah mengakui SK Walikota Bogor tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin tersebut dan mempersilakan pihak yang merasa dirugikan untuk menggugat ke Pengadilan.

Pidato SBY di depan kedubes asing ini menunjukkan perkara yang jelas: SBY sangat khawatir dengan kemarahan pihak asing; khawatir dukungan politik negara-negara Barat terhadap SBY berkurang. Padahal kalau dilihat dari jumlah korban, masalah kecelakaan lalu-lintas yang telah membunuh ribuan orang tentu lebih penting. Konflik-konflik dan kerusuhan yang berkaitan dengan Pilkada, konflik agraris seperti Mesuji Lampung, atau konflik tambang seperti di Bima jauh lebih mengerikan dan menyebabkan korban yang lebih besar. Namun, mengapa SBY tidak merasa perlu untuk menyampaikan itu?

Semua ini menunjukkan posisi umat Islam yang sangat lemah dan tertindas meskipun umat Islam mayoritas dari segi jumlah. Secara ekonomi juga umat Islam sangat lemah. Kalau lebih dari 30 juta rakyat Indonesia miskin, atau 120 juta kalau menggunakan standar IMF, maka mayoritas yang miskin itu pastilah umat Islam.

Tentu sistem Kapitalisme yang berasaskan sekulerisme menjadi pangkal masalahnya. Sistem Kapitalisme dengan nilai-nilai pentingnya seperti demokrasi, pluralisme, dan liberalisme selalu memposisikan umat Islam di pihak yang lemah, obyek diskriminasi dan menjadi korban. Dengan alasan sekularisme, negara enggan campur tangan untuk melindungi akidah umat Islam dari ancaman aliran sesat maupun pemurtadan. Dengan alasan sekularisme aspirasi umat Islam untuk menerapkan syariah Islam di bidang kenegaraan ditolak. Tidaklah mengherankan ketika umat Islam menuntut Ahmadiyah dibubarkan, alasan yang selalu dimunculkan adalah negara kita bukan Negara Islam, bukan berdasarkan syariah Islam. Padahal penegakan syariah Islam adalah kewajiban kaum Muslim yang menjadi mayoritas di negeri ini, termasuk dalam konteks kenegaraan.

Liberalisme dalam masalah keyakinan memberikan legitimasi bagi kekufuran dan aliran sesat. Aliran sesat seperti Ahmadiyah pun berlindung dengan alasan kebebasan berkeyakinan. Kristenisasi terhadap umat Islam yang dilakukan oleh para misionaris lewat pendirian gereja-gereja juga beralasan kebebasan beragama.

Adapun liberalisme ekonomi telah menjadi jalan bagi negara imperialis merampok kekayaan alam negara kita. Tambang-tambang yang jumlahnya melimpah seperti emas, minyak, batu bara, gas yang sejatinya merupakan milik rakyat diekploitasi lewat mekanisme perdagangan bebas dan investasi asing. Kekayaan alam yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, seperti pendidikan dan kesehatan gratis, justru dirampok oleh asing. Beban ekonomi rakyat pun semakin berat, yang itu berarti memperbesar kemiskinan.

Liberalisme ekonomi yang menekankan pada minimalisasi peran negara dan pengurang subsidi dalam segala aspek berpengaruh nyata memiskinkan rakyat. Prinsip kebebasan ekonomi juga telah menyebabkan sumber-sumber ekonomi penting dikuasai hanya segelintir orang yang, yakni pemilik modal kuat. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara yang kaya dan miskin.

Liberalisme dalam bidang sosial menyebabkan maraknya kemaksiatan. Kemaksiatan seperti penyebaran miras, pelacuran, perjudian dan pornografi justru mendapat payung hukum. Umat Islam yang ingin memberantas kemaksiatan itu malah dikriminalkan karena memang secara undang-undang kemaksiatan itu dilegalkan. Ketika umat Islam geram dan bertindak tegas karena dorongan akidah, mereka dituduh anarki.

Sistem sekular ini juga—lewat mekanisme demokrasi—memunculkan pemimpin yang pro Barat. Dukungan Barat kemudian menjadi semacam syarat pokok menjadi pemimpin politik. Sistem demokrasi mahal telah memunculkan pemimpin oportunis yang lebih berpihak kepada pemilik modal yang mendukung kemenangan politik mereka. Pemilik modal yang kuat tentu tidak bisa dipisahkan dari Kapitalisme global yang didominasi oleh Barat.

Pemimpin yang menjadi boneka Barat ini tentu memposisikan diri mereka bukan sebagai pembela umat Islam, tetapi pembela kepentingan penjajah asing. Membela umat Islam dianggap merugikan secara politik, karena mengurangi dukungan Barat.

Di sinilah, relevansi penegakan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Penerapan syariah Islam akan menghentikan campur tangan negara-negara imperialisme dalam segala bidang yang menjadi sarana penjajahan negeri Islam. Politik dalam dan luar negeri pun ditujukan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pemilik modal dan negara-negara imperialis. Jadi atas dasar apa kita menolak syariah dan Khilafah Islam?

Selasa, 10 Juli 2012

Cover ngga jelas



pemirsah ngga ada kerjaan cover lagu aja deng

Senin, 02 Juli 2012

Cara Melupakan Orang Yang Masih kita Cintai

Putri cobak jawab pertanyaannya yah, Gimana sih cara ngelupain orang yang masih kita cintai, hmmmppp,,, kayanya ngga ada deh. Tapi bisa dilakukan dengan cara mengurangi kadar cinta tersebut...
Cinta, oh cinta. Belum pernah ada yang mampu mendefinisikan kata ini dengan sebenar-benarnya. Itu menurut putri si, hehe. Cinta memang misterius, ga akan pernah bisa di tebak, ga bisa di raba – raba, ga bisa di kira – kira. Kita ga akan pernah bisa merencanakan, kapan kita jatuh cinta, dengan siapa kita jatuh cinta, dan bagaimana cara mengatasinya. Jatuh cinta itu, terkadang sangat indah, terkadang juga sangat menyakitkan, tergantung keadaan, dan tergantung bagaimana kita Menyikapinya. Cinta itu memang membutakan, kita akan melakukan apa aja demi orang yang bener – bener kita cinta. Dan ketika orang yang kita cintai ternyata tidak mempunyai perasaaan yang sama dengan kita, kita pasti akan merasakan luka yang sangat mendalam. Saat itu, kebanyakan dari kita berharap kita ga pernah di lahirkan di dunia ini. Begitu besarnya kekuatan cinta itu sendiri membuat kita sangat sulit untuk melupakan orang yang bener – bener kita cintai. Hmm, melupakan itu sulit, jauh lebih sulit dari memaafkan. Tetapi, kita harus sadar, kehidupan itu harus terus berjalan, dan kita ga boleh jatuh hanya karena seseorang yang kita cintai, pergi meninggalkan luka buat kita. Menurut pengalaman gw sendiri ( karena gw pernah mengalami masa – masa yang sulit dalam hal melupakan seseorang ) kira – kira ada beberapa hal yang harus kita lakukan untuk melupakan seseorang atau bahkan untuk tidak melupakannya sama sekali :
  • Jangan menyimpan luka
    Untuk hal yang satu ini, kita harus benar – benar memutuskan, apakah kita benar – benar ingin melupakan seseorang, ataukah kita ingin menjadikannya kenangan seumur hidup kita. Kalau kita memang benar – benar mau melupakan seseorang, jangan sekali – sekali menyimpan segala sesuatu yang akan mengingatkan kita pada orang itu. Photo, video, bahkan barang – barang yang mungkin pernah dia berikan untuk kita, sebaiknya segera disingkirkan. Karena jika kita terus menyimpannya, itu artinya kita menyimpan luka, membiarkan diri kita terus berada dalam bayang – bayang orang itu.

  • Carilah Kesibukan
    Kita biasanya selalu teringat dengan seseorang yang telah menyakiti kita, ketika kita sedang berada dalam kekosongan. Biasanya ketika kita tidak sedang melakukan apapun. Maka dari itu, carilah kegiatan yang akan membantu kita untuk tidak mengingat orang yang telah menyakiti kita. Kalau bisa, cari kegiatan berkala, buat diri kita sesibuk mungkin, sehingga untuk makan saja kadang kita lupa, apalagi buat mengingat seseorang yang telah menyakiti kita.

  • Hindari Menyendiri
    Ga bisa di pungkiri, pada saat mempunyai masalah, kita terkadang lebih suka menyendiri, ga suka di ganggu. Ubah kebiasaan itu, karena itu ga akan membantu kita untuk melupakan seseorang. Carilah teman sebanyak – banyaknya, pergilah bersenang – senang, carilah teman yang benar – benar bisa mengerti kita.

  • Cari Tempat Baru
    Hindarilah pergi ke tempat – tempat yang mengingatkan kita pada dirinya, hindarilah segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Pergilah sejauh – jauhnya dari kehidupan yang dia sukai. Janganlah kita mengikuti kegiatan yang diapun menyukai kegiatan tersebut. Cari tempat baru, carilah kegiatan baru dimana kita ga akan pernah mengingatnya lagi. Jangan mendengarkan lagu yang dia suka, jangan menonton film yang dia suka. Hindarilah bertemu langsung dengan dirinya, karena itu akan menyakitkan.

  • Belajar Memaafkan
    Belajarlah untuk memaafkan, bagaimanapun sakitnya hati kita, maafkanlah dia, karena dengan memaafkan, niscaya kita akan lebih mudah untuk melupakannya.

  • Bukalah Hatimu
    Ini dia, Mungkin adalah hal tersulit yang harus kita lakukan. Cinta itu memang membutakan. Membuat kita takut, takut terjatuh lagi, takut salah. Percayalah, cinta itu ga pernah salah. Memang, apabila kita merasakan cinta yang begitu besar terhadap seseorang, biasanya kita merasa bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan perasaan seperti itu, atau bahkan kita tidak pernah mau untuk merasakan perasaan seperti itu. Kita salah, dan kita akan terus terjebak dalam keadaan putus asa yang berlebihan. Sebenarnya, cara inilah yang akhirnya berhasil buat gw. Bukalah hati kita untuk orang lain selain dia, jangan hanya terpaku pada keadaan seakan – akan hanya dialah manusia di dunia ini yang patut kita cintai. Salah besar, karena mungkin di luar sana, ada seseorang yang memang di ciptakan Tuhan untuk kita cintai dan untuk mencintai kita. Jangan pernah takut.

  • Cintailah Tuhan Diatas Segalanya
    Ini yang paling sering kita lupakan dalam hidup kita. Tuhan! Yakinlah, dan percayalah, bahwa Tuhan Maha Mengetahui, jauh lebih tahu segalanya di banding kita. Tuhan pasti tahu yang terbaik buat kita, walaupun terkadang berbeda dengan yang kita inginkan. Jangan pernah cinta kita terhadap manusia jauh melebihi cinta kita kepada Tuhan, Yakin bahwa Tuhan sedang memberikan kita cobaan, sedang mengingatkan kita bahwa Dialah yang mempunyai Kuasa atas segala sesuatu.
Selamat mencoba…..
Note: Cintailah cinta karena Allah, dn jangan mncintai sseorang melebihi tmen2 mencintai diri sendiri. Bakalan sakit banget klau smpe dikecewain. Ini pengalaman pribadi putri, untuk pertama kali memang berat, tapi perlahan – lahan gw bisa, dan gw harap ini bisa berguna buat kita semua. Sebelumnya, kita harus benar – benar memutuskan, apakah kita memang ingin melupakan, atau ingin menjadikannya sebagai sebuah kenangan, That’s your choice.Jangan pernah takut jatuh cinta.. Semangat!!! )

Minggu, 01 Juli 2012

Refresh Otak

Seorang Ibu asal medan yang sedang ngantuk berat mau tidur, tiba2 ditanya oleh anaknya :

ANAK : "Mak, Mamak dah pernah injak kota Jakarta?"
*[Dengan logat bataknya] :D

MAMAK : "Sudahlah nak kalo kejakarta''

ANAK : "Pernah injak Bandung juga?"

MAMAK : *[Si ibu dengan berat menjawab] "Sudah, Kota Kembang ituu".

ANAK : "Kalo Jogja udah?".

MAMAK : *[Si ibu menjawab sambil menguap] "Sudah!!!!".

ANAK : "Ambon, Surabaya, Malang, Semarang, Makassar, mak ?"

MAMAK : *[Sambil menahan kantuk si ibu menjawab] "Tidurlah nak!!!!, ngantuk kali mamak ini, tinggal Mulut kau sajalah yang belum mamak injak."

ANAK : -___-"

Cara Melupakan Orang Yang Pernah Kita Sayang

Barusan gw buka salah satu threat di forum JCer di bagian 'Relationship'. Ada yang tanya, 'Gimana cara nglupain orang yang disayang dengan cepat ?' Well, langsung nyengir deh gw hehehe. Emang ada yah, cara untuk nglupain orang yang kita sayangi ? Wuik, kayaknya ga ada deh ?
Dalam hidup gw, ada beberapa cowo yang benar-benar pernah gw sayang (ehem ... ehem ...). Pertama, cowo yang gw temuin saat gw kenal dengan yang namanya 'cimon' (cinta monyet hahaha), waktu SMP. Sekarang yang gw tau anaknya ada di Germany lagi ambil kuliah di sana. Trus ada cowo yang berkesan juga waktu kuliah. Yang ini sekarang malah udah merit and tinggal di Batam (wuah ... gw ditinggal nikah hahaha).
Apa gw pernah lupa sama mereka ? Hmm, ga pernah tuh. Gw masih sering ingat ma masa lalu gw itu. Dan terkadang kenangan itu bisa membuat gw senyum-senyum sendiri.
By the way ... apa gw masih sayang ma mereka ? Ya iyalah, masih sayang banget gitu loh. Tapi eits ... jangan salah, sayang yang sekarang dari gw buat mereka udah berubah total men. Bukan lagi sayang seorang cewe ke cowo. Tapi lebih ke seorang adik ke kakak. Dan ... waktulah yang merubah segalanya itu tadi.
Jadi sebenarnya cara tercepat untuk melupakan orang itu ga ada kan ? Yang ada adalah mengubah bentuk sayang itu ke bentuk yang lain. Seinget gw, dulu waktu pertama-tama gw putus dengan tuh cowo-cowo, hahaha melow terus deh tiap hari bawaannya. Apalagi dengan cowo gw yang cimon tuh. Sempet sampek punya prinsip ga mau kenal ma cinta lagi setelah kehilangan dia hehehe.

Alasan Arab Gak mau Bantu Palestine



Kita pasti bertanya2 "mengapa Arab Saudi dan sekutu-sekutunya (Yordania, Kuwait, UEA, dan Irak (sekarang), tidak membantu Palestina yang dibombardir oleh Israel sehingga tercatat (hingga saat ini) 315 tewas dan ribuan luka-luka?"

Ketika pengajian lima tahun yang lalu dan saat ini, jawaban saya tetap sama yaitu : " karena mereka berfaham Wahabi !"

Mungkin orang akan menilai tendensius jawaban putri ini, mungkin juga orang akan menilai mengada-ada dan sebagainya. Tapi faktanya memang demikian. Wahabi dan Kerajaan Saudi Arabia adalah seperti dua sisi mata uang, saling melengkapi dan terkait erat. Kerajaan Saudi Arabia didirikan dengan dukungan penuh dari Yahudi (baca : Inggris) tahun 1843. Meskipun tertatih-tatih karena berhasil ditumpas oleh pemerintah yang sah Kerajaan Turki Utsmani, namun akhirnya mereka berhasil berkuasa hingga saat ini.

Dr. Abdullah Mohammad Sindi [ penulis buku The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions] menyampaikan fakta: “Walaupun kebengisan fanatis Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan bantuan Kolonial Inggeris, mereka dapat bangkit kembali. Setelah pelaksanaan hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa klan Saudi-Wahhabi memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang sesungguhnya (their real enemies) dan sebaliknya mereka menjadikan Inggeris dan Barat sebagai sahabat sejati mereka.”

Wahabi-Saudi dari awal memang sangat kental dengan cara-cara yang tidak Islami, yaitu, berkhianat, membunu dan berkawan dengan penjajah (Barat/Yahudi). Data dan fakta menunjukkan bahwa:

Gary Troeller, dalam bukunya The Birth of Saudi Arabia: Britain and the Rise of the House of Sa’ud (London: Frank Cass, 1976), p. 15-16, menyampaikan fakta bahwa: Ketika Inggeris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai mencari jalan untuk memperluas daerah jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi, yang baru mulai dirintis menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan Inggeris.

Pada 1843, Seorang Imam Wahhabi (Madzhab Wahhabi), Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggeris. Pada 1848, dia memohon kepada Residen Politik Inggeris (British Political Resident) di Bushire agar mendukung perwakilannya di Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan Pemerintah Inggeris.

Dan hasilnya, Pada 1865, Pemerintah Inggeris mengirim Kolonel Lewis Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan Kolonial Inggeris dengan perjanjian (pakta) bersama Dinasti Saudi-Wahhabi.

Untuk mengesankan Kolonel Lewis Pelly bagaimana bentuk fanatisme dan kekerasan Wahhabi, Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi : antara perang politik dengan perang agama adalah bahwa nantinya tidak akan ada kompromi, kami membunuh semua orang . Sebagaimana ditulis oleh Robert Lacey, dalam bukunya: The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145.

Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani sebuah perjanjian “persahabatan” dengan Pemerintah Kolonial Inggeris, sebuah kekuatan yang dibenci oleh semua kaum Muslim, karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim.

Perjanjian ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial Inggeris atas boneka-boneka Arab mereka lainnya di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan : Teluk Persia).

Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggris yang berupa uang dan senjata, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja-sama/berkhianat dengan pemerintah kolonial Inggeris yaitu : pemberian otoritas atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggeris atas area yang dimilikinya.

Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir bangsa Arab dan Islam (yaitu : Inggeris), pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya, baik negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo